Blog Siapa Syiah, mengungkap siapa syiah sebenarnya

Aqidah Syiah Rafidhah tentang Imam-imam Mereka

Aqidah Syiah Rafidhah
Orang-orang Rafidhah mengaku bahwa para imam mereka adalah ma'shum (terjaga dari kesalahan dan dosa) serta mengetahui yang ghaib. Dikutip oleh al-Kulaini dalam bukunya Ushulul Kaafi, Imam Ja'far ash-Shadiq berkata, “Kami adalah gudang ilmunya Allah dan kami penerjemah perintah Allah serta kami kaum yang ma'shum, diwajibkan taat kepada kami, dan dilarang menyelisihi kami, dan kami menjadi saksi atas perbuatan manusia di bawah langit dan di atas bumi.”[1]

Al-Kulaini pun berpendapat dalam buku yang sama, bab: Para Imam Dapat Mengetahui Apa Saja Jika Menghendakinya, dari Ja'far ia berkata: “Imam bisa mengetahui apa saja jika memang menghendaki-nya dan mereka mengetahui kapan mereka mati dan tidak mati melainkan karena keinginan sendiri.”[2]

Al-Khameini orang binasa dalam bukunya Tahrirul Wasilah mengatakan: “Sesungguhnya imam kita mempunyai kedudukan terpuji dan derajat yang tinggi, memiliki kekuasaan penciptaan, yang semua makhluk tunduk kepada kekuasaan dan kekuatannya.” Dia juga mengatakan: “Sesungguhnya kita (imam yang dua belas) memiliki keadaaan-keadaan tertentu bersama Allah yang tidak dimiliki oleh seorang malaikat yang dekat dengan Allah atau nabi yang diutus.”[3]

Bahkan orang-orang Rafidhah keterlaluan dalam mengagungkan imam-imam mereka, sampai melebihkan mereka di atas semua nabi kecuali Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana dikatakan oleh al-Majlisi dalam bukunya Mir'aatul 'Uquul: “Dan sesungguhnya mere-ka lebih utama dan lebih mulia daripada semua nabi kecuali Nabi kita Muhammad.”[4]

Pengkultusan mereka tidak hanya sampai di sini saja, mereka mengatakan juga bahwa para imam mereka memiliki kekuasaan penciptaan, sebagaimana dikatakan oleh al-Khuu'iy dalam bukunya Mishbahul Faqahah: “Sepertinya sudah tidak ada keraguan lagi akan kekuasaan mereka terhadap semua makhluk, berdasarkan yang dipahami dari riwayat-riwayat yang ada, karena mereka itu adalah perantara dalam penciptaan dan semua yang ada tercipta karena adanya mereka. Karena merekalah semua ada, seandainya bukan karena mereka, manusia tidak akan diciptakan. Maka manusia tercipta untuk mereka dan dengan mereka terciptanya manusia.

Merekalah perantara dalam penambahan makhluk, bahkan mereka itu mempunyai kekuasaan penciptaan di bawah Sang Pencipta. Maka kekuasaan ini setara dengan kekuasaan Allah terhadap makhluk.”[5]

Kita berlindung kepada Allah dari sikap melampaui batas dan kesesatan ini. Bagaimana mungkin para imam mereka adalah perantara dalam penciptaan? Bagaimana para imam tersebut adalah sebab penciptaan makhluk? Dan bagaimana mereka adalah sebab penciptaan semua manusia? Bagaimana mungkin manusia tercipta untuk para imam itu, sedangkan Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

(وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ) الذاريات [٥٦]

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

Kita berlindung kepada Allah dari keyakinan-keyakinan sesat ini yang jauh dari al-Qur’an dan Sunnah yang suci. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Rafidhah menyangka bahwa urusan agama diserahkan kepada para ulama dan ahli ibadah di antara mereka. Halal adalah yang menurut mereka halal dan haram adalah yang menurut mereka haram serta konsep keagamaan adalah yang mereka syariatkan.”[6]

Jika Anda wahai pembaca yang budiman ingin mengetahui kekafiran, kemusyrikan, dan pengultusan yang berlebih-lebihan yang diyakini oleh orang-orang Rafidhah, bacalah bait-bait berikut ini yang dilantun-kan oleh tokoh kontemporer mereka yang bernama Ibrahim al-Amili tentang penyanjungan terhadap Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu:

Wahai Abu Hasan engkau adalah mata Tuhan
Dan tanda kekuasaan-Nya yang tinggi
Engkau adalah yang mengerti semua yang ghaib
Tidaklah ada sesuatu yang tersembunyi darimu
Engkaulah yang menggerakkan perjalanan semua yang ada
Dan milikmulah samudera-samudera yang luas
Milikmu segala urusan, bila engkau menghendaki engkau hidupkan besok
Dan bila engkau menghendaki engkau cabut nyawa

Penyair lain yang bernama Ali bin Sulaiman al-Mazidi ketika memuji Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu  berkata dalam bait-bait syairnya:

Abu Hasan engkau suami sang perawan
Engkau berada di sisi Allah dan diri Rasul
Purnama kesempurnaan dan matahari kecerdasan
Hamba Rabb dan engkau adalah raja
Nabi memanggilmu pada hari Kudair
Memberi ketetapan untukmu pada hari Ghadir
Bahwa engkau pemimpin kaum Mukminin
Dan mengalungkan kepemimpinannya di lehermu
Kepadamu kembali segala urusan
Engkau mengetahui segala yang terdapat di dalam dada
Engkaulah yang membangkitkan penghuni kubur
Kiamat ada dalam ketetapanmu
Engkau maha mendengar lagi maha mengetahui
Maha kuasa atas segala sesuatu
Jika bukan karenamu bintang tak akan berjalan
Dan tidak akan ada planet yang beredar.
Engkau mengetahui segala makhluk
Dan engkau yang berbicara dengan Ash-habul Kahfi
Jika bukan karenamu maka Musa tidak akan berbicara dengan Allah
Maha suci zat yang menjadikanmu
Engkau akan mengetahui rahasia namamu di alam raya
Cintamu bagaikan matahari di pelupuk mata
Murkamu pada orang-orang yang membencimu
Bak bara, dan tidak ada keberuntungan bagi mereka yang membencimu
Maka siapa yang telah berlalu dan yang akan datang
Siapakah para Nabi, siapakah pula para Rasul
Apa pula pena lauh mahfuzh, apa pula alam raya
Semuanya menghamba dan menjadi budakmu
Abu Hasan, wahai pengatur alam
Gua pelindung orang-orang terusir, tempat berteduh para musafir
Pemberi minum bagi pecintamu pada Hari Kiamat
Mengacuhkan orang yang mengingkarimu pada Hari Kbangkitan
Abu Hasan, wahai Ali yang agung
Kecintaanku padamu menjadi penerang dalam kuburku
Namamu bagiku, menjadi penghibur di kala susah
Cintaku padamu jalan menuju surgamu
Engkau penambah bekal bagi diriku
Tatkala datang keputusan Ilah yang mulia.
Ketika penyeru mengumumkan, bersegeralah, bersegeralah
Tidak mungkin engkau meninggalkan orang yang berlindung kepadamu

Apakah mungkin seorang Muslim yang komitmen kepada agamanya membuat syair seperti ini? Demi Allah, sesungguhnya orang-orang jahiliyah dulu pun tidak pernah terperosok ke dalam kesyirikan, kekafiran, dan berlebih-lebihan sebagaimana keterperosokan yang dialami oleh penganut Rafidhah sesat ini.

---------------------------------------------------------------------------------------

[1] Ushuulul Kaafi, 1/165
[2] Ushulul Kaafi, dalam Kitabul Hujjah, 1/258
[3] Al Khameini, Tahriirul Wasilah, 52, 94
[4] Al-Majlisi, Mir'aatul 'Uquul fi Syarhi Akhbarir Rasul,  2/ 290
[5] Abul Qasim al-Khuu'iy, Mishbahul Faqahah, 5/ 33
[6] Minhajus Sunnah, hal. 1/482

Sumber: dd-sunnah.net

0 komentar:

Posting Komentar