Blog Siapa Syiah, mengungkap siapa syiah sebenarnya

Kewajiban Menangkal Perkembangan Syi'ah

Sudah menjadi kewajiban setiap Muslim untuk mewaspadai segala kejahatan. Apalagi jika berbicara tentang bahaya yang bersifat laten yang mengancam akidah dan keyakinannya. Perlu perhatian ekstra untuk membentengi hati dari lontaran syubhat yang bisa menyeret insan Muslim menanggalkan akidah Islamiyyah-nya.

Selama ini, yang sering menjadi topik kekhawatiran adalah sepak terjang para misionaris yang menjajakan agama Nashrani –yang telah ditinggalkan para penganutnya di negeri asalnya– untuk memurtadkan saudara-saudara kita seagama. Apalagi jika terjadi di kantong-kantong kaum Muslimin. Atau isu ghazwul fikri, perang pemikiran yang dikobarkan para orientalis dan ‘orang dalam’ yang telah teracuni oleh syubhat kekufuran yang bernaung dalam komunitas Islam liberal.

Bahaya-bahaya lain yang mengancam keyakinan seorang Muslim sebenarnya tidak terpaku pada hal-hal yang telah di sebut di muka. Masih ada ancaman bahaya yang tidak boleh dipandang dengan sebelah mata. Yakni, golongan-golongan yang berbaju Islam, namun berhati hitam. Sekian banyak akidah dan aturan telah diadopsi dari luar Islam. Di antara golongan tersebut yang paling berbahaya adalah penganut agama Syi‘ah. Mereka adalah sekumpulan anak manusia yang menjadikan celaan kepada para Sahabat yang mulia sebagai ‘komoditas’ utama; taqiyah yang merupakan tindakan bermuka dua (nifâq) sebagai kewajiban agama yang mutlak, menuhankan Sahabat ‘Ali radhiallahu'anhu, dan kedustaan menjadi menu wajib pada komunikasi verbal dan literatur mereka.

Mereka itulah golongan yang disebut sebagai Syi‘ah. Nama ini sebetulnya tidak sepantasnya disematkan pada mereka. Terlalu mulia jika mereka dikatakan sebagai ‘pendukung berat’ Khalîfah ‘Ali radhiallahu'anhu. Julukan yang paling sesuai bagi mereka, seperti yang sering diungkap Ulama Ahli Sunnah adalah Râfidhah, golongan yang menolak Islam!

Tidak kurang, ada empat sebab yang harus membangkitkan kewaspadaan kaum Muslimim terhadap ajaran dan aktifitas gerakan Syiah:

  1. Gencarnya penggiat Syi‘ah untuk mencari penganut baru untuk dijadikan korban ajaran mereka.
  2. Dukungan banyak pihak terhadap Syi‘ah.
  3. Bantuan dana yang besar untuk mendukung perkembangan ajaran Syi‘ah, dan
  4. Terpedayanya sebagian tokoh Islam dengan ajaran Syi‘ah.


Negeri ini merupakan lahan subur buat pertumbuhan sekian banyak benalu golongan sempalan Islam, apalagi setelah semangat reformasi digaungkan. Dari yang merupakan ‘produk dalam negeri’ atau produk dari luar. Dari yang kesesatannya masih sederhana, sampai pada jenis yang tidak bisa diterima nalar sedikit pun, atau yang terang-terangan bertentangan dengan ushûluddîn (pokok-pokok agama Islam). Syi`ah termasuk ajaran yang muatannya hanya munkarât (kemungkaran-kemungkaran) seperti keyakinan-keyakinan yang rusak, kedustaan bertumpuk-tumpuk, keganjilan yang tidak bisa diterima akal sehat dan kebejatan moral.

Apabila ajaran seperti ini berkembang, maka hanya akan mengakibatkan kehancuran dan kerusakan yang nyata di tengah masyarakat. Tentu, ini sangat bertentangan dengan substansi risalah Islam yang datang dengan membawa seluruh jenis kemaslahatan dan memperingatkan dari seluruh mafsadah (bahaya).

Untuk mengungkap keburukan ajaran mereka, kunci paling tepat adalah dengan menelaah kandungan buku-buku rujukan Syi‘ah karya tokoh-tokoh yang mereka agungkan semisal, al-Kulaini, al-Majlisi, al-Mufîd, atau Khomaini (Semoga Allâh al-Azîz Ta'ala memperlakukan mereka sesuai dengan tindakan buruk yang pernah mereka lakukan terhadap Islam dan para Sahabat radhiallahu'anhum). Karya-karya tulis mereka telah membuka kedok dan menelanjangi keburukan rupa ajaran Syi‘ah. Dalam pepatah Arab disebutkan, ahlud dâri adra bimâ fîhâ, penghuni rumah paling tahu tentang isi rumahnya. Dari sini, akan tampak jelas betapa besar dan mendasar perbedaan antara Islam yang dibawa Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam dengan ajaran Syi‘ah yang sebenarnya sangat kental dengan pengaruh ajaran Majusi dan Yahûdi.

Khomeini salah seorang tokoh besar Syi‘ah, tentunya ia lebih tahu tentang seluk-beluk agamanya sehingga berani mengatakan agamanya adalah Syi‘ah, bukan dengan sebutan Islam.

Demikianlah ketika potret kesesatan sudah begitu pekat pada keyakinan dan hati seseorang. Kebenaran yang dibawa Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam ditolak begitu saja. Generasi terbaik menjadi bahan cacian. Semoga Allâh Ta'ala mengembalikan umat kepada petunjuk Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dan generasi terbaik umat. Amîn.

Sumber: Majalah as-Sunnah
Read More...

Husain Mendoakan Rahmat Untuk Sayyidina Mu'awiyyah

Betapa kaum Syi’ah adalah kaum pendusta yang mengaku-ngaku pengikut Ahlul Bait, mereka membenci Sayyidinaa Mu’awiyyah, melaknat beliau tiap siang dan malam mereka, padahal Imam Husain bin ’Ali sendiri di kitab mereka begitu sharih (jelas) mendoakan RAHMAT kepada beliau radhiyallaahu ’anhum.

فقال حسين كانه لا يظن ما يظن من موت معاوية: الصلة خير من القطيعة، اصلح الله ذات بينكما فلم يجيباه في هذا بشئ، وجاء حتى جلس، فأقرأه الوليد الكتاب ونعى له معاوية ودعاه إلى البيعة، فقال حسين: انالله وانا إليه راجعون ورحم الله معاوية وعظم لك الاجر

Maka Husain berkata, nampaknya beliau tidak menduga mengenai kematian Mu’awiyyah : “Persambungan itu lebih baik daripada perpecahan.” Semoga Allah membuat baik keadaan kalian berdua (Marwan bin Al-Hakam dan Al-Walid bin ‘Utbah). (Tetapi) mengenai hal ini keduanya tidak menjawabi beliau sama sekali, (Lalu) beliau beranjak sehingga terduduk. Kemudian Al-Walid membacakan sebuah kitab kepada beliau dan menceritakan berita tentang kematian Mu’awiyyah serta mengajaknya untuk bai’at. Maka Husain mengucapkan : "INNA LILLAAHI WA INNA ILAIHI RAAJI'UN, SEMOGA ALLAH MERAHMATI MU’AWIYYAH DAN MEMBERIKAN PAHALA YANG BESAR KEPADAMU’’ [Maqtalu Al-Husain oleh Dedengkot Abu Mikhnaf Luth bin Yahya Al-Azdi hal. 32, Darul Mahajjah Al-Baidha']


 Sumber: Jaser Leonheart
Read More...

Syiah Menikam Ahlul Bait!


1. Syi'ah di zaman Al Hasan bin Ali Radhi'allahu 'Anhu.

Setelah Ali Radhi'allahu 'anhu wafat, mereka membai'at Al Hasan. Dan ketika Al Hasan dan orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai pembelanya (Syi'ah) pergi untuk memerangi Mu'awiyah Radhi'allahu 'Anhuma, mereka pun mengkhianati Al Hasan di Sabat-Mada'in. Lalu salah seorang dari mereka yang bernama Sinan Al Ju'fi menikam Al Hasan diperutnya dan menariknya dari kudanya.

2. Syi'ah di zaman Al Husain bin Ali Radhi'allahu 'Anhu.

Ketika orang-orang Syi'ah di Kufah mengetahui bahwa Al Husain menolak berbai'at kepada Yazid bin Mu'awiyah, mereka pun menyurati Al Husain dan menjanjikan kepadanya bai'at/kesetiaan dan pembelaan dalam menghadapi Yazid jika ia pindah ke Kufah. Tapi disaat Al Husain menyambut ajakan mereka dan perjalanan ketika itu telah sampai Karbala, mereka pun mengkhianati Al Husain, bergabung dalam barisan Ubaidullah bin Ziyad dan meninggalkan Al Husain seorang diri hingga akhirnya terbunuh bersama mayoritas keluarganya di Karbala.

3. Syi'ah di zaman Zaid bin Ali bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Disaat Zaid bin Ali dan orang-orang yang mengaku sebagai pembelanya (Syi'ah) melakukan perlawanan terhadap Yusuf bin Umar, mereka membatalkan bai'at kepada Zaid dan menyerah kepada Yusuf bin Umar diwaktu perang sedang sengit-sengitnya, hingga terbunuhlah Zaid.

Seperti inilah perbuatan orang-orang yang mengaku Syi'ah (pembela) terhadap tokoh-tokoh yang mereka elu-elukan (bela). Lantas bagaimana kiranya sikap mereka terhadap pihak-pihak yang memang mereka benci? Waspadalah!!

Read More...

Kekejaman Kaum Syi'ah Terhadap Ahlu Sunnah

kekejaman syiah
Benteng kaum Muslimin diserang dari dalam, kira-kira begitulah ungkapan yang dirasakan umat ini atas kejahatan ahli bid’ah khususnya Syiah terhadap Islam, Sunnah dan Ahlu Sunnah. Pengkhianatan dan kekejaman yang dilakukan oleh ahli bid’ah terhadap Islam dan kaum Muslimin sangat banyak terjadi. Ini tidak lain dilandasi oleh keyakinan mereka yang mengkafirkan dan menghalalkan darah orang-orang yang berada di luar kalangan mereka. Kurangnya penghormatan mereka terhadap kehormatan, harta dan darah kaum Muslimin dan kesembronoan mereka dalam menjatuhkan vonis kafir terhadap siapa saja yang tidak sepaham menjadi alasan mereka melakukan semua itu.

Tercatat di awal sejarah Islam dua kelompok bid’ah yang melakukan hal tersebut, yaitu Syiah dan Khawârij. Akibat dari tindakan pengkhianatan mereka tersebut banyak Sahabat Nabi radhiyallâhu'anhum yang terbunuh. Mereka tak segan-segan menghalalkan darah Sahabat radhiyallâhu'anhum, para Ulama dan orang shalih dengan alasan yang mengada-ada tanpa rasa takut dan rasa malu sedikit pun terhadap Allâh Ta'âla.

Sejak awal kemunculan kelompok-kelompok bid’ah ini selalu yang menjadi incaran dan targetnya adalah Ahlu Sunnah. Kelompok-kelompok bid’ah itu rela melupakan perbedaan-perbedaan di antara mereka walaupun dalam masalah yang prinsipil untuk bekerja sama dalam mematikan Sunnah dan menghancurkan Ahlu Sunnah, begitulah sejarah berbicara. Khususnya pada abad ke-4 Hijriyah ketika mulai berdirinya daulah Syiah di beberapa wilayah, terutama di daerah-daerah pegunungan. Seiring dengan semakin gencarnya gerakan dakwah mereka ditambah lagi semakin lemahnya daulah Ahlu Sunnah pada masa itu.

SYIAH, MUSUH DALAM SELIMUT
Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh telah menjelaskan fenomena ini dalam kitabnya ketika menyebutkan biografi salah seorang tokoh Syiah yaitu Ibnu Nu’mân:
“Ibnu Nu’mân ini adalah seorang tokoh Syiah dan pembela mereka. Ia punya kedudukan di kalangan penguasa-penguasa daerah karena mayoritas penduduk di daerah-daerah tersebut pada masa itu mulai condong kepada tasyayyu’ (Syi’ah). Di antara muridnya adalah asy-Syarîf ar-Râdhi dan al-Murtadhâ.”[1]

Beberapa sekte, seperti Ismâ’îliyah, Buwaihiyah, Qarâmithah dan lain-lainnya memakai jubah Syiah ini untuk meraih tujuannya. Contoh kasusnya adalah yang terjadi di Afrika utara, salah seorang juru dakwah Syiah yang bernama Husain bin Ahmad bin Muhammad bin Zakariya ash-Shan’âni yang berjuluk Abu ‘Abdillâh asy- Syî’i masuk ke wilayah Afrika seorang diri tanpa harta dan tanpa satu pun orang yang mendampinginya. Ia terus melakukan kegiatan dakwah di sana hingga ia berhasil menguasainya.[2]

Abu ‘Abdillâh asy-Syîi’i inilah yang berhasil meyakinkan kaum Muslimin untuk menerima ‘Ubaidullâh al-Qaddah sebagai imam dakwah sehingga mereka membaiatnya. Lalu ‘Ubaidullâh ini menggelari dirinya sebagai al-Mahdi dan mendirikan daulah ‘Ubaidiyah yang kemudian lebih dipopulerkan dengan sebutan sebagai daulah Fâthimiyyah. Padahal pada hakekatnya merupakan daulah yang beraliran bathiniyah.

Di antara kejahatan yang dilakukan oleh ‘Ubaidullâh ini, suatu kali kudanya masuk ke dalam masjid. Lalu rekan-rekannya ditanya tentang hal itu, mereka menjawab, “Sesungguhnya kencing dan kotoran kuda itu suci, karena ia adalah kuda al-Mahdi (yakni ‘Ubaidullâh). Pengurus masjid mengingkari hal itu, sehingga mereka pun membawanya ke hadapan ‘Ubaidullâh al-Mahdi, dan akhirnya ia menghabisi pengurus masjid tersebut.

Ibnu ‘Adzâra rahimahullâh berkata, “Sesungguhnya di akhir hayatnya ‘Ubaidullâh ini ditimpa sebuah penyakit yang mengerikan yaitu adanya cacing yang keluar dari duburnya dan kemudian memakan kemaluannya. Begitulah keadaannya hingga kematian merenggutnya.”[3]

Abu Syâmah rahimahullâh berkomentar tentang ‘Ubaidullâh ini dengan berkata, “Ia adalah seorang zindiq (kafir), khabîts (sangat buruk), dan merupakan musuh Islam. Menunjukkan diri sebagai Syiah dan berupaya keras untuk menghilangkan agama Islam. Ia banyak membunuh Fuqahâ’, ahli hadits, orang-orang shalih dan banyak manusia lainnya. Anak keturunannya tumbuh dengan pola pikir seperti itu dan apabila ada kesempatan mereka akan menunjukkan taringnya, jika tidak maka mereka akan menyembunyikan diri.”[4]

Adz-Dzahabi rahimahullâh berkata, “Duhai kiranya kalau ia hanya seorang penganut Syiah saja, tetapi ternyata di samping itu ia juga seorang zindiq.”[5]

Para ulama yang telah mereka bunuh di antaranya adalah Abu Bakar an-Nâbilisi, Muhammad bin al-Hubulli, Ibnu Bardûn yang dibunuh oleh Abu ‘Abdillâh asy-Syî’i. Sementara Ibnu Khairûn Abu Ja’far Muhammad bin Khairûn al-Mu’âfiri tewas di tangan ‘Ubaidullâh al-Mahdi.

Di antara penguasa mereka yang telah banyak membunuh para Ulama adalah al-‘Adhid, penguasa terakhir Bani ‘Ubaid. Ibnu Khalikân rahimahullâh berkata tentang orang ini, “al-‘Adhid ini orang yang sangat kental Syi’ahnya, sangat keterlaluan dalam mencaci maki Sahabat Nabi, apabila ia melihat seorang Sunni (Ahlu Sunnah), ia menghalalkan darahnya.”[6]

Salah satu sekte yang menimpakan berbagai bala terhadap Ahlu Sunnah adalah Buwaihiyah. Sekte ini dinisbatkan kepada Buwaihi bin Fannakhasru ad-Dailami al-Fârisi. Berkuasa di Irak dan Persia lebih kurang satu abad ketika kekhalifahan ‘Abbasiyah sedang melemah di Baghdad. Sekte ini juga menunjukkan kefanatikannya kepada ajaran Syi’ah. Bahkan mereka memotivasi orang-orang Syiah di Baghdad untuk melakukan tindakan-tindakan perlawanan terhadap Ahlu Sunnah. Hampir tiap tahun terjadi pertikaian dan benturan-benturan antara kaum Syiah dan Ahlu Sunnah. Sehingga banyak korban jiwa jatuh dan menimbulkan kerugian materiil yang besar, toko-toko dan pasar-pasar dibakar.

Untuk menunjukkan hegemoni dan dominasi mereka atas Ahlu Sunnah, pada tahun 351 H kaum Syiah di Baghdad dengan dukungan dari Mu’izzud Daulah mewajibkan masjid-masjid untuk melaknat Mu’awiyah radhiyallâhu'anhu dan tiga Khalifah Râsyid (Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman radhiyallâhu'anhum). Sebuah ketetapan yang tak mampu dicegah oleh kekhalifahan ‘Abbasiyah.[7]

Bahkan pada tahun 352 H, Mu’izzud Daulah menyuruh kaum Muslimin untuk menutup toko-toko mereka, mengosongkan pasar, meliburkan jual-beli dan menyuruh mereka untuk meratap. Para wanita disuruh keluar tanpa penutup kepala dan wajah dicoreng-moreng, lalu berkeliling kota sambil meratap dan menampar-nampar pipi atas kematian Husain bin ‘Ali radhiyallâhu'anhu. Maka kaum Muslimin pun melakukannya, sementara Ahlu Sunnah tidak mampu mencegahnya karena banyaknya jumlah kaum Syiah dan kekuasaan kala itu berada di tangan mereka (di tangan kaum Buwaihiyyun).[8] Sehingga Imam adz-Dzahabi rahimahullâh sampai berkomentar, “Sungguh telah terlantar urusan agama Islam dengan berdirinya daulah Bani Buwaihi dan Bani ‘Ubaid yang bermadzhab Syiah ini. Mereka meninggalkan jihad dan mendukung kaum Nasrani Romawi dan merampas kota Madâin.”[9]

Di antara sekte Syiah adalah Syiah Ismâ’iliyah. Setelah wafatnya Ja’far bin Muhammad ash-Shâdiq, kaum Syiah terpecah dua kelompok. Al-Milal wan Nihal (I/191-192) kelompok menyerahkan kepemimpinan kepada anaknya, yaitu Mûsâ al-Kâzhim, mereka inilah yang kemudian disebut Syiah Itsnâ ‘Asyariyah (aliran Syiah yang meyakini adanya imam yang berjumlah dua belas orang, red). Dan satu kelompok lagi menyerahkan kepemimpinan kepada anaknya yang lain, yaitu Ismâ’il bin Ja’far, kelompok ini kemudian dikenal sebagai Syiah Ismâ’iliyah. Kadang kala mereka dinisbatkan kepada madzhab bathiniyah dan kadang kala dikaitkan juga dengan Qarâmithah. Akan tetapi, mereka lebih senang disebut Ismâ’iliyah.[10]

Adapun Qarâmithah sendiri adalah penisbatan kepada Hamdân Qirmith. Kemudian pengikut-pengikutnya dikenal dengan sebutan Qarâmithah. Di antara tokoh mereka yang menimpakan fitnah besar terhadap kaum Muslimin adalah Abu Thâhir Sulaimân bin Hasan al-Janâbi.

Mereka inilah yang bersekutu bersama kaum Nasrani dan Tatar untuk melawan Islam dan kaum Muslimin. Ketika mereka sudah memiliki kekuatan dan berhasil mendirikan daulah Bahrain, mereka melakukan aksi-aksi yang membuat bulu kuduk merinding; berupa perampasan, pembunuhan dan pemerkosaan. Bahkan kekejaman seperti itu tidak pernah dilakukan oleh bangsa Tatar maupun kaum Nasrani sekalipun.
Pada tahun 312 H, mereka menghadang kafilah haji yang hendak kembali ke Irak. Mereka merampas kendaraan kafilah itu, bekal-bekal dan harta benda yang mereka bawa, dan meninggalkan rombongan haji begitu saja sehingga kebanyakan dari mereka mati kehausan dan kelaparan.[11]

Dan pada tahun 317 H, mereka menyerang jamaah haji di Masjidil Harâm, dan membunuhi para jamaah yang berada dalam masjid lalu membuang mayat-mayat ke sumur Zamzam. Mereka membunuh orang-orang di jalan-jalan kota Mekah dan sekitarnya. Jumlah korbannya mencapai tiga puluh ribu jiwa. Bahkan ia merampas kelambu Ka’bah dan membagi-bagikannya kepada pasukannya. Ia menjarah rumah-rumah penduduk Mekah dan mencungkil Hajar Aswad dari tempatnya untuk ia bawa ke Hajar (ibukota daulah mereka di Bahrain).[12]

Imam Ibnu Katsir rahimahullâh merekam kekejaman yang dilakukan oleh Abu Thâhir al-Janâbi al-Bâthini ini dengan berkata, "Ia menjarah harta penduduk Mekah dan menghalalkan darah mereka. Ia membunuhi manusia di rumah-rumah mereka hingga yang berada di jalan-jalan. Bahkan menjagal banyak jamaah haji di Masjdil Haram dan di dalam Ka’bah. Lalu pemimpin mereka, yakni Abu Thâhir –semoga Allâh Ta'âla melaknatnya- duduk di pintu Ka’bah, sementara orang-orang disembelihi di hadapannya dan pedang-pedang berkelebatan membantai orang-orang di Masjidil Haram pada bulan haram (suci) di hari Tarwiyah yang merupakan hari yang mulia. Sementara Abu Thâhir ini berseru, 'Aku adalah Allâh, Allâh adalah aku. Aku menciptakan makhluk dan akulah yang mematikan mereka!'. Orang-orang pun berlarian menyelamatkan diri dari kekejaman Abu Thâhir ini. Di antara mereka bahkan ada yang bergantung pada kelambu Ka’bah. Namun itu tidak menyelamatkan jiwa mereka sedikit pun. Mereka tetap ditebas habis dalam keadaan seperti itu. Mereka dibunuhi meskipun mereka sedang bertawaf…"

Beliau melanjutkan, “Setelah pasukan Qarâmithah ini melakukan aksi brutal mereka itu –semoga Allâh Ta'âla melaknat mereka- dan perbuatan keji mereka terhadap para jamaah haji, Abu Thâhir ini menyuruh pasukannya agar melemparkan mayat-mayat yang tewas ke sumur Zamzam. Dan sebagian lain dikubur di tempat-tempat mereka di tanah haram bahkan di dalam Masjidil Haram. Lalu kubah sumur Zamzam pun dirobohkan. Kemudian Abu Thâhir memerintahkan agar mencopot pintu Ka’bah, melepaskan kelambunya, untuk ia koyak-koyak dan bagikan kepada pasukannya.”[13]

Dan jangan lupa juga pengkhianatan mereka terhadap Khalifah al-Musta’shim Billâh yang dilakoni oleh Muhammad bin al-Alqami dan Nâshiruddîn ath- Thûsi, yang anehnya kedua orang ini dianggap pahlawan oleh orang-orang Syi’ah.

Keruntuhan kota Baghdad yang kala itu merupakan ibukota Daulah Abbasiyah di tangan pasukan Tatar tak lepas dari konspirasi yang dilakukan oleh Ibnul Alqami dan ath-Thûsi. Hal ini didorong dendam kesumat Ibnul Alqami ini terhadap Ahlu Sunnah. Pasalnya, pada tahun 656 H terjadi peperangan hebat antara Ahlu Sunnah dan Syiah yang berujung dengan takluknya kota Karkh yang merupakan pusat kegiatan kaum Syiah dan beberapa rumah sanak keluarga al-Alqami menjadi korban penjarahan.

Ia sangat berambisi meruntuhkan kekuatan Ahlu Sunnah dan menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya, walaupun harus bersekutu dengan pasukan musuh dan berkhianat terhadap khalifah. Hal itu ia lampiaskan ketika ia memegang jabatan kementrian bagi Khalifah al-Musta’shim Billâh, ia memberi jalan bagi pasukan Tatar untuk masuk Baghdad.

Peristiwa itu terjadi pada tahun 656 H, ketika Hulago Khan dan pasukannya yang berjumlah dua ratus ribu personil mengepung Baghdad dan menghujani istana khalifah dengan anak panah. Pengamanan sekitar istana saat itu lemah karena sebelum terjadinya peristiwa ini, Ibnul Alqami secara diam-diam telah mengurangi jumlah personil tentara khalifah dengan cara memecat sejumlah besar perwira dan mencoret nama mereka dari dinas ketentaraan. Pada masa kekhalifahan sebelumnya, yaitu Khalifah al-Mustanshir, jumlah pasukan mencapai 100.000 personil. Sementara pada masa al-Musta’shim Billâh jumlahnya menyusut menjadi 10.000 personil saja.

Kemudian Ibnul Alqami ini mengirim surat rahasia kepada bangsa Tatar dan memprovokasi mereka untuk menyerang Baghdad. Ia sebutkan dalam surat rahasia itu kelemahan angkatan bersenjata Daulah Abbasiyah di Baghdad. Itulah sebabnya bangsa Tatar dengan sangat mudah dapat merebutnya.

Ketika pasukan Tatar mulai mengepung Baghdad sejak tanggal 12 Muharram 656 H, saat itulah Ibnul Alqami melakukan pengkhianatannya untuk kesekian kali. Dialah orang pertama yang menemui pasukan Tatar. Lalu ia keluar bersama keluarganya, pembantu serta pengikutnya pada saat-saat kritis itu untuk menemui Hulago Khan dan mendapat perlindungan darinya. Kemudian ia membujuk Khalifah agar ikut keluar bersamanya menemui Hulago Khan untuk mengadakan perdamaian, yaitu memberikan separoh hasil devisa negara kepada bangsa Tatar.

Maka berangkatlah Khalifah bersama para Qadhi, Fuqâha’, tokoh-tokoh negara dan masyarakat serta para pejabat tinggi negara lainnya dengan 700 kendaraan. Ketika sudah mendekati markas Hulago Khan, mereka ditahan oleh pasukan Tatar dan tidak diizinkan menemui Hulago Khan kecuali hanya Khalifah bersama 17 orang saja. Permintaan ini dipenuhi oleh Khalifah. Ia berangkat bersama 17 orang sementara yang lain menunggu. Sepeninggal Khalifah, sisa rombongan itu dirampok dan dibunuh oleh pasukan Tatar. Selanjutnya Khalifah dibawa ke hadapan Hulago Khan seperti seorang pesakitan yang tak berdaya.

Kemudian atas permintaan Hulago Khan, Khalifah kembali ke Baghdad ditemani oleh Ibnul Alqami dan Nâshiruddîn ath-Thûsi. Di bawah rasa takut dan tekanan yang hebat, Khalifah mengeluarkan emas, perhiasan dan permata dalam jumlah yang sangat banyak. Namun tanpa disadari oleh Khalifah, para pengkhianat dari Syiah ini telah membisiki Hulago Khan agar menampik tawaran damai dari Khalifah. Ibnul Alqami ini berhasil meyakinkan Hulago Khan dan membujuknya untuk membunuh Khalifah. Dan tatkala Khalifah kembali dengan membawa perbendaharaan negara yang banyak untuk diserahkan, Hulago Khan memerintahkan agar Khalifah dieksekusi. Dan yang mengisyaratkan untuk membunuh Khalifah adalah Ibnul Alqami dan ath-Thûsi.
Dengan terbunuhnya Khalifah pasukan Tatar leluasa menyerbu Baghdad tanpa perlawanan berarti. Maka jatuhlah Baghdad ke tangan musuh. Dilaporkan bahwa jumlah orang yang tewas saat itu lebih kurang dua juta orang. Tidak ada yang selamat kecuali Yahudi, Nashrani dan orang-orang yang meminta perlindungan kepada pasukan Tatar, atau berlindung di rumah Ibnul Alqami dan orang-orang kaya yang menebus jiwa mereka dengan menyerahkan harta kepada pasukan Tatar.[14]

SEBUAH PELAJARAN BERHARGA
Melalui rekaman sejarah yang telah dipaparkan para Ulama, menyerahkan amanat dan jabatan kepada kaum Syiah merupakan tindakan bunuh diri yang membahayakan umat. Karena sejarah telah membuktikan pengkhianatan yang mereka lakukan terhadap kaum Muslimin, khususnya kepada Ahlu Sunnah.

Al-Baghdâdi rahimahullâh telah menjelaskan secara ringkas permusuhan kaum Syiah Bathiniyah ini terhadap Islam dan kaum Muslimin. Beliau berkata, “Ketahuilah –semoga Allâh membuatmu bahagia– sesungguhnya bahaya yang ditimbulkan oleh kaum Bathiniyah terhadap kaum Muslimin lebih besar daripada bahaya yang ditimbulkan oleh kaum Yahudi, Nashrani maupun Majusi. Bahkan lebih besar daripada kaum Dahriyah (atheis) serta kelompok-kelompok kafir lainnya. Bahkan lebih besar daripada bahaya yang ditimpakan oleh Dajjal yang muncul di akhir zaman. Karena orang-orang yang tersesat akibat dakwah Bathiniyah ini sejak awal mula munculnya dakwah mereka sampai hari ini lebih banyak daripada orang-orang yang disesatkan oleh Dajjal pada waktu munculnya nanti. Karena fitnah Dajjal tidak lebih dari empat puluh hari, sementara kejahatan kaum Bathiniyah ini lebih banyak daripada butiran pasir dan tetesan hujan.”[15]

Kaum Bathiniyah ini sengaja memilih ajaran Syiah sebagai alat untuk beraksi karena adanya kecocokan dengan ambisi dan keinginan mereka. Karena mereka tidak menemukan jalan masuk kepada Islam kecuali dengan menampakkan ajaran Syiah ini dan menisbatkan diri kepada agama Syiah. Abu Hamid Al-Ghazâli rahimahullâh mengungkapkan, “Telah sukses diadakan pertemuan di antara pengikut-pengikut ajaran Majusi dan Mazdakiyah dari kalangan kaum Tsanawiyah yang mulhid (kafir) serta sekelompok besar kaum filsafat mulhid –ad-Dailami menambahkan– dan sisa-sisa pengikut ajaran Kharamiyah serta kaum Yahudi. Mereka disatukan dengan satu slogan yaitu membuat tipu daya untuk menolak Islam. Mereka berkata, “Sesungguhnya Muhammad telah mengalahkan kita dan menghapus agama kita. Carilah sekutu untuk menghadapinya karena kita tidak mampu secara frontal untuk menghadapi mereka. Kita tidak bisa berhasil merebut kekuasaan yang ada di tangan kaum Muslimin dengan senjata dan peperangan. Karena kekuatan mereka dan banyaknya personil pasukan mereka. Demikian pula kita tidak mampu untuk beradu argumentasi dengan mereka karena mereka memiliki Ulama, fudhala’ dan ahli tahqiq. Tidak ada cara kecuali melakukan makar dan tipu daya.

Kemudian mereka membuat rancangan dan program untuk mencapai tujuan ini. Dan di antara cara yang mereka tempuh adalah masuk ke tengah kaum Muslimin melalui jalan tasyayyu’ (ajaran Syi’ah). Walaupun mereka juga menganggap bahwa kaum Syiah ini sesat, hanya saja mereka itu adalah orang yang paling dangkal akalnya, paling konyol logikanya, paling mudah untuk menerima perkara-perkara yang mustahil, paling percaya dengan riwayat-riwayat dusta yang mereka buat, serta yang paling mudah untuk menerima riwayat-riwayat palsu. Apalagi dalam ideologi Syiah ini terdapat ajaran taqiyah (bermuka dua) yang sangat mereka perlukan untuk menjalankan misi mereka. Maka mereka pun bersembunyi di balik ajaran ini untuk melemahkan Islam dan kaum Muslimin. Sehingga tampilan luar mereka adalah Syiah, tetapi batin mereka berisi kekufuran (terhadap Islam).[16]

Itulah sedikit dari fakta sejarah yang sudah terjadi. Sebenarnya masih banyak lagi sejarah hitam kekejaman ahli bid’ah ini (kaum Syiah) terhadap Ahlu Sunnah khususnya dan kaum Muslimin pada umumnya. Kita harus mengambil pelajaran dari masa lalu agar tidak berulang pada masa mendatang. Karena sesungguhnya seorang Mukmin itu tidak boleh jatuh dalam satu lobang berulang kali, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam. Wallâhu a’lam.

[1] Al-Bidâyah wan Nihâyah (XII/17)
[2] Wafayâtul A’yân, Ibnu Khalikân (II/192)
[3] Akhbâr Mulûk Bani ‘Ubaid tulisan ash-Shanhâji hlm. 96
[4] Ar-Raudhataini fi Akhbâri Daulatain hlm. 201
[5] Târîkh Islâm , adz-Dzahabi
[6] Wafayâtul A’yân (III/110)
[7] Al-Kâmil (VIII/542)
[8] Al-Kâmil (VIII/549)
[9] Siyar A’lâmun Nubalâ’ (XVI/232)
[10] Al-Milal wan Nihal (I/191-192)
[11] Târîkh Akhbâr Qarâmithah hlm. 38
[12] Târîkh Akhbâr Qarâmithah hlm. 54
[13] Al-Bidâyah wan Nihâyah (XI/160)
[14] Al-Bidâyah wan Nihâyah (XVIII/213-224)
[15] Al-Farqu bainal Firaq hlm 382
[16] Silahkan lihat Fadhâih Bâthiniyah hlm 18-19 dengan sedikit penambahan dan pengurangan.

(Oleh: Abu Ihsan Al-Atsari)
(Majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIII)
Read More...

Syiah Di Mata Para Imam Ahlul Bait

Ahlul Bait
Khalifah Ali (imam pertama mereka) Radhiyallahu ‘anhu berkata:
وسيهلك في صنفان: محب مفرط يذهب به الحب إلى غير الحق، ومبغض مفرط يذهب به البغض إلى غير الحق ، وخير الناس في حالا النمط الاوسط، فالزموه والزموا السواد الاعظم فإن يد الله على الجماعة.

Akan binasa tentang aku dua kelompok: (pertama) kelompok yang mencintai secara berlebihan sehingga kecintaannya membawa kepada yang tidak benar, dan kelompok yang membenci, yang kebenciannya membawa kepada yang tidak benar. Sebaik-baik manusia adalah yang moderat (tengah/adil) maka ikutilah ia, ikutilah kelompok terbesar (maksudnya waktu itu yaitu para sahabat dan tabi’in) karena tangan Allah ada di atas jama’ah.” (Nahjul Balaghah, 2/8)

Kelompok binasa pertama karena kecintaannya yang berlebihan adalah rafidhah. Sesungguhnya cintanya Rafidhah kepada Ali seperti cintanya orang Kristen kepada yesus Isa putra maryam.

Kecintaan yang membawa kesesatan dan kebinasaan!!

Maka ikutilah ahlussunnah yaitu para sahabat dan tabi’in, kelompok islam terbesar yang menjadi mainstream, yang menjadi warisan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam al-Quran dan as-Sunnah.

Khalifah Ali juga berkata:

ان معاويه خير لي من هؤلاء الذين يزعمون لي شيعة

“Sesungguhnya Muawiyah lebih baik bagiku dari pada mereka yang mengaku sebagai syiahku.” (al-Ihtijaj, 2/290)

Ali juga berkata:

لوددت والله أن معاوية صارفني بكم صرف الدينار بالدرهم فأخذ مني عشرة منكم وأعطاني رجلاً منهم

Saya berharap andai saja Muawiyah tukar menukar dengan saya seperti menukar dinar dengan dirham, sehingga dia mengambil dariku 10 orang dari kamu dan dia memberiku satu orang dari mereka. (Nahjul Balaghah)

Ali Radhiallahu ‘Anhu berkata:

إن أهل إصفهان لا يكون فيهم خمس خصال : السخاوة والشجاعة والامانة والغيرة وحبنا أهل البيت

sesungguhnya penduduk Ashfahan  tidak ada pada diri mereka 5 perkara: dermawan, berani, amanah, cemburu dan mencintai kami ahluil bait.  (biharul anwar 21/301 riwayat 32)

Hasan ibn Ali Radhiallahu ‘Anhu (Imam Kedua) berkata:
أرى والله أن معاوية خير لي من هؤلاء يزعمون أنهم لي شيعة ابتغوا قتلي وانتهبوا ثقلي وأخذوا مالي، والله لئن آخذ من معاوية عهداً أحقن به دمي واومن به في أهلي، خير من أن يقتلوني فتضيع أهل بيتي وأهلي

“menurutku demi Allah, Mu’awiyyah itu lebih baik bagiku dari pada mereka yang mengaku menjadi syiahku, mereka ingin membunuhku, merampok barang-barangku dan merampas hartaku, demi Allah kalau aku mengambil perjanjian dari Muawiyah agar aku bisa melindungi darahku dan mengamankan keluargaku itu lebih baik dari para mereka (para syiah) itu membunuhku dan menelantarkan ahli baitku dan istrikuu.” (al-Ihjtijaj litthabarsi 2/290)

Imam al-Baqir Radhiallahu ‘Anhu berkata:
لو كان الناس كلهم لنا شيعة لكان ثلاثة أرباعهم لنا شكاكاً والربع الآخر أحمق “

“Seandainya semua manusia adalah syiah (pendukung) bagi kami niscaya 3/4 dari mereka ragu-ragu pada kami dan 1/4 sisanya adalah tolol.” (sumber: Rijal al-Kasysyi, h. 179)

Imam Ja’far as-Shadiq berkata:
ما أنزل الله من آية في المنافقين إلا وهــي في من ينتحـــل التشيع

Tidak ada ayat satupun yang Allah turunkan tentang orang munafiq melainkan ia ada pada orang yang bermadzhab tasyayyu’” (Rijal Kasysyi hal. 154; ungkapan yang sama diriwayatkan dari abul hasan dalam Raijal Kasysyi hal. 254))

Imam Ja’far juga berkata:

إن ممن ينتحل هذا الأمــر ليكـذب حتى إن الشيطان ليحتاج إلى كذبه

Sesungguhnya diantara orang yang meyakini perkara ini (yaitu bertasyayyu’) melakukan dusta hingga setan saja perlu kepada kedustaannya.” (Al-Rawdhah minal Kafi hal 212)

Ja’far as-Shadiq rahimahullah berkata:

إن ممن ينتحل هذا الأمر لمن هو شرٌّ من اليهود والنصارى والمجوس والذين أشركوا”

sesungguhnya diantara orang yang mengikuti ini sebagai budaya ada yang lebih jahat dari yahudi, nashrani, orang majusyi dan orang-orang yang syirik” (Rijal al-Kasysyi 252)

Imam abul Hasan Musa ibn Ja’far al-Kazhim (imam ketujuh), Radhiallahu ‘Anhu berkata;
” لو ميزت شيعتي لم أجدهم إلا واصفة ولو امتحنتهم لما وجدتهم إلا مرتدين ولو تمحصتهم لما خلص من الألف واحد ولو غربلتهم غربلة لم يبق منهم إلا ما كان لي ، إنهم طال ما اتكؤا على الأرائك ، فقالوا : نحن شيعة علي ، إنما شيعة علي من صدق قوله فعله” .

“Seandainya aku bedakan (aku pilah-pilah) syiahku niscaya aku tidak menemukan mereka kecuali  washifah (namanya/sifatnya saja- wallahu a’lam) , dan kalau aku uji niscaya aku tidak mendapati mereka kecuali murtad, dan kalau saya benar-benar menyeleksi mereka niscaya tidak ada yang lolos dari seribu orang seorangpun, dan kalau aku ayak (saring) mereka niscaya tidak tersisa dari mereka kecuali apa yang untukku, sesungguhnya mereka cukup lama duduk di kursi goyang (ongkang-ongkang kaki), lalu mereka berkata: kami adalah syiah ‘Ali, sesungguhnya syiah ‘Ali adalah orang yang (jujur) ucapannya sesuai dengan kelakuannya.” (sumber: al-Rawdhah minal-Kafi lilkulaini, 8/228)

Benar sekali, Ali mencintai Abu Bakar Umar tetapi syiah memusuhi keduanya.

Ali menghancurkan kuburan tetapi syiah malah membangun kuburan.

Ali tidak mut’ah malah syiah mut’ah.

Ali tidak pernah berkeyakinan bahwa dirinya ditunjuk jadi khalifah Rasul tapi syiah mengkafirkan Abu Bakar dan Utsman dengan alasan katanya mereka merampas hak khilafah milik Ali.

Ali mencintai Aisyah dan Hafshah tapi syiah malah melaknat. Nau’udzu billah min dzalik

Dan orang syiah mengundang imam Husein ke Kufah  untuk dibaiat ternyata mereka bunuh. Dan kini mereka meratap pura-pura menangis untuk menuntut balas. Padahal mereka tidaklah menuntut balas kecuali pada diri mereka sendiri.

Imam Ridha (imam kedelapan) Radhiallahu ‘Snhu berkata:
إن ممن ينتحل مودتنا أهل البيت من هو أشد فتنة على شيعتنا من الدجال

Sesungguhynya diantara orang yang mengklaim (bertasyayyu’) mencintai kami ahlul bait ada orang yang lebih dahsyat fitnahnya atas syiah kami dari pada Dajjal.” (sumber: shifat as-Syi’ah karya as-Shaduq)

Sumber:

http://www.almanhaj.com/vb/showthread.php?t=12533&s=edf75f10e3e9d40080b7c96ecbf05d76
http://www.d-alsonah.com/vb/showthread.php?402-%
http://www.lahdah.org/vb/t60977.html
http://www.dd-sunnah.net/forum/showthread.php?t=97526

Via: GenSyiah
Read More...

Petak Umpet Ala Al-Khu`i

'Abdullah bin Saba' bukan lagi nama yang asing, saking tak asingnya hingga namanya begitu membuat hati kaum Syi'ah menjadi sakit, wajah mereka makin menghitam, dan hakikat agama busuk mereka tersingkap. Tulisan singkat kali ini hanya sekedar menunjukkan seorang dari tokoh mereka yang galau tatkala nama 'Abdullah bin Saba' selaku ayah kandung atau pencetus agama mereka ini diekspos, tokoh tersebut adalah dedengkot Al-Khu'i. Bagaimana bentuk galaunya?

Sebelumnya, mari kita lihat dahulu pemaparan mengenai 'Abdullah bin Saba' oleh dedengkot Al-Kasysyi dalam kitab rijalnya seperti berikut :

abdullah bin saba

abdullah bin saba

"Telah menyatakan sebagian ahli 'ilmu/ulama bahwa sesungguhnya 'Abdullah bin Saba' itu orang beragama yahudi kemudian masuk islam dan mendukung Ali a.s. Dia berkata ketika masih beragama yahudi bahwa Yusya' Bin Nun itu adalah pewaris Nabi Musa AS dengan cara yang berlebihan, ketika dia sudah beragama Islam, setelah wafatnya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dia mengatakan hal yang sama (bahwa Ali a.s itu adalah penerima wasiat dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam).. 'Abdullah bin Saba' adalah terkenal sebagai orang yang PERTAMA KALI MEWAJIBKAN KEYAKINAN bahwa Ali a.s sebagai imam, dan dia tidak mengakui orang yang memusuhi Ali a.s, serta memberantas para penentangnya dan mengkafirkan mereka. Dari sinilah asal perkataan orang-orang yang menyelisihi syi'ah (maksudnya Ahlus-Sunnah) : "sesungguhnya dasar tasyayyu' (syi'ah) rafidhah DIAMBILDARI AJARAN YAHUDI...!!!" [Dari maktabah al-shia.org, lihat pada hal.108-109 : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-rejal/rejal_kashi2/1.html#ch21]

Perhatikan pernyataan Al-Kasysyi di atas, yang dimulai dengan "Telah menyatakan sebagian Ahli 'Ilmu..."

Perkataan tersebut mirip seperti bentuk penta'dilan meskipun tidak disebutkan siapa-siapa namanya alias mubham. Dan yang demikian turut pula dinukil oleh dedengkot Ath-Thusi dalam Ikhtiyar Ma'rifatur-Rijal yang mengutip perkataan Al-Kasysyi diatas sebagaimana adanya, yaitu dengan menyebutkan "Sebagian Ahli 'Ilmu..."

الكشي وذكر بعضي أهل العلم أن عبد الله بن سبأ كان يهوديافأسلم

"Al-Kasysyi : telah menyatakan sebagian Ahli 'Ilmu bahwa sesungguhnya 'Abdullah bin Saba' beragama Yahudi dan kemudian masuk Islam.....(dst seperti di atas)" [Ikhtiyar Ma'rifatur-Rijal 1/324 :http://shiaonlinelibrary.com/الكتب/2932_اختيار-معرفة-الرجال-الشيخ-الطوسي-ج-١/الصفحة_347#top]

Begitu juga tatkala Al-Majlisi menukil yang demikian dariAl-Kasysyi dalam Biharul Anwar 25/287 : http://shiaonlinelibrary.com/الكتب/1456_بحار-الأنوار-العلامة-المجلسي-ج-٢٥/الصفحة_289

Nah, karena tidak suka dengan adanya pernyataan "Ahli 'Ilmu" karena yang demikian menunjukkan fakta dan keberadaan 'Abdullah bin Saba' yang disaksikan sendiri oleh para Ahli 'Ilmu, maka dedengkot Al-Khu'i menghapus kalimat "Ahli 'Ilmu" tersebut tatkala ia menukil mengenai 'Abdullah bin Saba' dari Al-Kasysyi pada kitab Mu'jam Rijalul Haditsnya sbb:

وقال الكشي : " ذكر بعض أن عبد اللهبن سبأ كان يهوديا فأسلم

"Dan Al-Kasysyi berkata : "telah menyatakan sebagian bahwa sesungguhnya 'Abdullah bin Saba' beragama Yahudi dan kemudian masuk Islam.....(dst seperti di atas)" [Mu'jam Rijalul Hadits 11/206 :http://shiaonlinelibrary.com/الكتب/3002_معجم-رجال-الحديث-السيد-الخوئي-ج-١١/الصفحة_0?pageno=206#top]

Perhatikanlah kecurangannya disini, karena dengan membuang kalimat ''Ahli 'Ilmu" tersebut tentu akan menimbulkan pemahaman terhadap dua kemungkinan. Sebagian apakah yang dimaksud???

  1. bisa "sebagian orang-orang bodoh/juhalaa" 
  2. atau bisa "sebagian orang-orang yang mengetahui/ahli ilmu/ulama".

Dan yang demikian tentu berbeda dengan yang sebelumnya, karena yang sebelumnya adalah kepastian, yaitu pernyataan langsung dari "beberapa Ahli Ilmu", tidak lagi mengandung kemungkinan dari "beberapa orang-orang bodoh". Ini adalah upaya Al-Khu'i untuk mengaburkan sosok 'Abdullah bin Saba' karena ia sakit hati tatkala nyata bahwa nenek moyangnya adalah seorang yahudi, pencetus agama Syi'ah Rafidhah.

Here the scan pages from that book

abdullah bin saba

Penulis: Jaser Leonheart
Read More...

Khomeini Berkata : Para Nabi عليهم الصلاة والسلام Telah Gagal !!

Kita semua -Kaum Muslimin- tentu yakin dengan seyakin-yakinnya tanpa keraguan sedikitpun bahwa Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam telah sukses dalam Dakwahnya. Demi Allah, Islam telah sempurna. Beliau adalah manusia terbaik yang dipilih oleh Allah dan diutus sebagai Rahmat bagi alam semesta. Aku tanya kepada engkau wahai yang memiliki akal, apakah Allah akan menjadikan seorang hamba yang lemah sebagai pemimpin umat sekaligus pengemban Risalah Agung? Apa jadinya jika Islam ketika awalnya didakwahkan dipimpin oleh orang lemah? Atau adakah manusia yang menyatakan bahwa Allah salah memilih? Betapa hina wajahnya, betapa busuk 'Aqidahnya.

Dan diantara orang-orang hina itu, dia telah mati dengan kain kafannya yang tercabik-cabik. Siapakah orang tersebut? Tidak lain dan tidak bukan dia adalah satu dari pemimpin besar agama Syi'ah, yakni Ayatusy-SYAITHAN Khomeini Az-Zindiq. Pujaan hamba-hamba Mut'ah bersamaan dirinya adalah tukang Mut'ah. Dialah seorang yang menganggap bahwa Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam adalah seorang Hamba yang lemah dengan mengatakan bahwa Beliau -Rasulullah- Shallallaahu 'Alaihi Wasallam termasuk para Nabi 'Alaihimush Sholatu Wa Sallam tidak berhasil menegakkan keadilan pada masa dakwahnya! Astaghfirullah Al-'Azhim.. Demi Allah ini adalah penghinaan terhadap Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam. Ini adalah penghinaan terhadap Nabi kalian wahai Kaum Muslimin! Ini adalah penghinaan terhadap para Nabi dan Islam!

Dia -Khomeini- Az-Zindiq berkata :

فكل نبي من الأنبياء إنما جاء لإقامة العدل وكان هدفه هو تطبيقه في العالم لكنه لم ينجح، وحتى خاتم الأنبياء صلى الله عليه وآله وسلم الذي كان قد جاء لإصلاح البشر وتهذيبهم وتطبيق العدالة فإنه هو أيضاً لم يوفَّق، وإن من سينجح بكل معنى الكلمة ويطبق العدالة في جميع أرجاء العالم هو المهدي المنتظر 

"Maka setiap Nabi dari nabi-nabi yang ada, sesungguhnya datang untuk menegakkan keadilan, dan tujuannya adalah menerapkannya di seluruh dunia. AKAN TETAPI MEREKA TIDAK BERHASIL, BAHKAN SAMPAI PENUTUP PARA NABI (yakni Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam) yang datang untuk memperbaiki keadaan manusia dan membimbing mereka serta menerapkan keadilan juga TIDAK DIBERIKAN TAUFIQ. Dan sesungguhnya orang yang akan berhasil dengan segala makna kalimat dan menerapkan keadilan diseluruh penjuru dunia adalah Al-Mahdi Al-Muntazhar" [Mukhtarat Min Ahadits Wa Khithabat Al-Imam Al-Khomeini 2/42]




Ini baru satu diantara ribuan hinaan Khomeini terhadap Islam. Maka tidak heran pada saat kematiannya, keadaan khomeini amat berantakan lagi mengenaskan..

Read More...

Syahadat Keempat dan Kelima Versi Syi'ah

syahadat syiah
Syahadat Yang Benar
Sebelumnya, di Blog ini telah disinggung apa dan bagaimana syahadat ketiga versi Syi'ah, yang 100 % merupakan hasil produk mereka jauh setelah wafatnya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya radliyallaahu 'anhum. Dan ternyata, tidak hanya itu. Masih ada syahadat keempat dan kelima untuk mengesahkan seseorang menjadi Syi'ah tulen, yaitu : para imam ma'shum versi Syi'ah adalah hujjah Allah, dan musuh-musuh Ahlul-Bait (yang terdiri dari Abu Bakr, 'Umar, 'Utsmaan, 'Aaisyah, Hafshah, dan yang mencintai mereka[1] ada di neraka[2]).
Tak percaya ?.

Silakan simak video berikut :


Syahadat ini bukan ajaran Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Bukan pula ajaran 'Aliy bin Abi Thaalib, Al-Hasan, dan Al-Husain radliyallaahu 'anhum. Syahadat ini murni ajaran dan ramuan para ulama Syi'ah kontemporer karena rasa dengki mereka terhadap Ahlus-Sunnah. Mereka terpaksa (atau malah sukarela ?) membuat-buat syahadat seperti di atas agar permusuhan mereka terhadap para shahabat dan Ahlus-Sunnah ada 'greget'-nya, yang kemudian diterima kalangan awam. Kasihan mereka, kena tipu…..

Syahadat yang diajarkan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang menjadikan seorang kafir menjadi muslim jika mengucapkannya adalah sebagaimana tercantum dalam hadits :
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ.
Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin 'Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu 'anhumaa, ia mengatakan : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Islam dibangun di atas lima perkara : persaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, dan berpuasa Ramadlaan."
Wallaahul-musta'aan….

--------------------------------------------------------------------
[1] Begitulah igauan mereka yang mengatakan Abu Bakr, 'Umar, 'Utsmaan, 'Aaisyah, Hafshah, dan para shahabat lainnya radliyallaahu 'anhum adalah musuh Ahlul-Bait. Bagaimana bisa dibenarkan perkataan dusta ini sementara Ahlul-Bait justru berkasih sayang kepada para shahabat, terutama Abu Bakr, 'Umar, dan 'Utsmaan !!.

Syi'ah memang gemar berdusta atas nama Ahlul-Bait. Dan bahkan lebih dari itu, mereka telah berani berdusta atas nama Allah ta'ala yang telah berfirman :
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan mereka pun ridla kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar" [QS. At-Taubah : 100].

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar" [QS. Al-Fath : 29].

[2] Sehingga dapat dipahami dari perkataan ini, mereka mengkafirkan para shahabat yang mengemban penyampaian Islam kepada umat dan sekaligus mengkafirkan kita, Ahlus-Sunnah, yang memberikan loyalitas kepada mereka.

Sumber: Ust. Abul Jauzaa
Read More...

Pesan ‘Ali bin Abi Thaalib kepada Orang Syi’ah

ali bin abi thalib
‘Abdullah bin Al-Mubaarak rahimahullah berkata :
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي صَفْوَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَفْوَانَ، أَنَّ رَجُلا، قَالَ يَوْمَ صِفِّينَ: اللَّهُمَّ الْعَنْ أَهْلَ الشَّامِ، فَقَالَ عَلِيٌّ: " لا تَسُبُّوا أَهْلَ الشَّامِ جَمًّا غَفِيرًا، فَإِنَّ فِيهِمْ قَوْمًا كَارِهُونَ لِمَا تَرَوْنَ، وَإِنَّ فِيهِمُ الأَبْدَالُ "
Dari Ma’mar, dari Az-Zuhriy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Shafwaan bin ‘Abdillah bin Shafwaan : Bahwasannya ada seorang laki-laki berkata pada waktu perang Shiffiin : “Ya Allah, laknatlah orang-orang Syaam !”. ‘Aliy (bin Abi Thaalib) berkata : “Janganlah kalian banyak mencela/mencerca orang-orang Syaam, karena pada mereka terdapat satu kaum yang membenci apa yang kalian lihat (yaitu fitnah peperangan). Dan karena pada mereka terdapat abdaal” [Al-Jihaad no. 192].

Semua perawinya tsiqaat.

Diriwayatkan oleh Nu’aim bin Hammaad dalam Al-Fitan no. 666 dari jalan Ibnul-Mubaarak. Ibnul-Mubaarak mempunyai mutaba’ah dari ‘Abdurrazzaaq sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Fadlaail no. 1726, Ibnu Abid-Dun-yaa dalam Al-Auliyaa’ no. 70, Al-Baihaqiy dalam Ad-Dalaail 6/449, dan Al-Jurqaaniy dalam Al-Abaathiil no. 225.

Shafwaan bin ‘Abdillah mempunyai mutaba’ah dari ‘Abdullah bin Zurair Al-Ghaafiqiy  sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Haakim 4/546 : Telah mengkhabarkan kepadaku Ahmad bin Muhammad bin Salamah Al-‘Anaziy : Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Sa’iid Ad-Daarimiy : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Abi Maryam : Telah memberitakan Naafi’ bin Yaziid : Telah menceritakan kepadaku ‘Ayyaasy bin ‘Abbaas : bahwasannya Al-Haarits bin Yaziid telah menceritakan kepadanya, bahwasannya ia mendengar ‘Abdullah bin Zariir Al-Ghaafiqiy berkata : Aku mendengar ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu berkata : “….(dengan lafadh hadits yang lebih panjang)….”. Al-Haakim berkata : “Hadits ini sanadnya shahih”.

Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 3905 dari jalan Ibnu Lahi’ah dari ‘Ayyaasy bin ‘Abbaas, dari ‘Abdullah bin Zariir – dengan menggugurkan Al-Haarits bin Yaziid. Kekeliruan ini kemungkinan berasal dari Ibnu Lahii’ah, seorang perawi yang kacau hapalannya setelah kitab-kitabnya terbakar.

Dr. Washiyyullah ‘Abbaas hafidhahullah menshahihkan atsar ini dalam takhrij­-nya terhadap kitab Fadlaailush-Shahaabah 2/1145-1146.

Faedah : Maksud orang-orang Syaam yang dicela saat perang Shiffiin oleh seseorang yang ada di dekat ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu tentu saja Mu’aawiyyah dan pasukannya. Lihatlah kebesaran seorang ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu yang mampu (bahkan sangat mampu) bersikap adil dan tak berlebih-lebihan terhadap lawannya. Ia tidak mengkafirkannya dan bahkan melarang orang yang membelanya mengkafirkannya serta mencela/mencacinya.

Sikap ini selaras sikap ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu yang lain sebagaimana tertera dalam riwayat :
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ أَيُّوبَ الْمَوْصِلِيُّ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ، قَالَ: سُئِلَ عَلِيٌّ عَنْ قَتْلَى يَوْمِ صِفِّينَ، فَقَالَ: " قَتْلَانَا وَقَتَلَاهُمْ فِي الْجَنَّةِ، وَيَصِيرُ الْأَمْرُ إِلَيَّ وَإِلَى مُعَاوِيَةَ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Ayyuub Al-Maushiliy, dari Ja’far bin Burqaan, dari Yaziid bin Al-Asham, ia berkata : ‘Aliy pernah ditanya tentang orang-orang yang terbunuh di perang Shiffiin, maka ia berkata : “Orang yang terbunuh dari kami dan dari mereka ada di surga". Dan perkara tersebut akan ada antara aku dan Mu’aawiyyah [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 15/302; shahih[1]].

Sesuai juga dengan pandangan ‘Ammaar bin Yaaiir, pembela setia ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhumaa :
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ الْحَكَمِ، عَنْ رِيَاحِ بْنِ الْحَارِثِ، قَالَ: كُنْتُ إِلَى جَنْبِ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ بِصِفِّينَ، وَرُكْبَتِي تَمَسُّ رُكْبَتَهُ، فَقَالَ رَجُلٌ: كَفَرَ أَهْلُ الشَّامِ، فَقَالَ عَمَّارٌ: " لَا تَقُولُوا ذَلِكَ، نَبِيُّنَا وَنَبِيُّهُمْ وَاحِدٌ، وَقِبْلَتُنَا وَقِبْلَتُهُمْ وَاحِدَةٌ، وَلَكِنَّهُمْ قَوْمٌ مَفْتُونُونَ جَارُوا عَنِ الْحَقِّ، فَحَقّ عَلَيْنَا أَنْ نُقَاتِلَهُمْ حَتَّى يَرْجِعُوا إِلَيْهِ "
Telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Haaruun, dari Al-Hasan bin Al-Hakam, dari Riyaah bin Al-Haarits, ia berkata : Aku pernah berada di samping ‘Ammaar bin Yaasir waktu perang Shiffiin, dimana lututku bersentuhan dengan lututnya. Lalu ada seseorang yang berkata : “Orang-orang Syaam telah kafir. ‘Ammaar berkata : “Jangan kalian katakan itu. Nabi kita dan nabi mereka satu. Begitu pula kiblat kita dan kiblat mereka satu. Akan tetapi mereka adalah kaum yang terfitnah yang menyimpang dari kebenaran. Dan kebenaran ada pada pihak kita, yang menuntut kita untuk memerangi mereka hingga mereka kembali kepadanya (kebenaran)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 15/290 no. 38996].[2]

Pesan ini sudah sepatutnya diamalkan oleh orang-orang Syi’ah. Namun sayang, mereka menjadi kaum yang pertama kali mendurhakai ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, dan justru kitalah yang mengamalkan pesannya tersebut. Atau, kita sekarang sudah menjadi Syi’ah karenanya ? Lebih Syi’ah dibandingkan orang Syi’ah sendiri ?.

Wallaahu a’lam.

Semoga ada manfaatnya.

-------------------------------------------------------------------------
[1] Baca pembahasannya di artikel : Pandangan ‘Aliy bin Abi Thaalib terhadap Peperangannya dengan Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhumaa.
[2] Baca pembahasannya di artikel : Apa Kata ‘Ammaar bin Yaasir tentang Pasukan Mu’aawiyyah ?.

Sumber: Ust. Abul Jauzaa
Read More...

Syi'ah dan Shalat Tarawih

Syi'ah dan Shalat Tarawih
Salah seorang Syi’ah Raafidlah berkata :
“Bagi Syiah shalat tarawih berjamaah di malam-malam bulan Ramadhan adalah bid’ah. Dalam sejarah yang telah dibuktikan oleh Syiah, Umar bin Khattab lah yang telah menciptakan bid’ah shalat tarawih berjama’ah tersebut. Karena Rasulullah saw sama sekali tidak pernah mengajarkan kita untuk shalat sunah secara berjama’ah”. [selesai kutipan].

Perkataan yang semisal sudah sangat masyhur di kalangan orang-orang Syii’ah Raafidlah, baik dalam negeri maupun luar negeri[1]. Namun bagi kaum muslimin (Ahlus-Sunnah), perkataan di atas tidaklah ada artinya dan sudah seharusnya diabaikan, karena telah sah beberapa riwayat dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang masyru’-nya shalat tarawih berjama’ah di bulan Ramdlaan.

عَنْ عَائِشَةَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ، فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ، قَالَ: قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ، فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ، إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ، قَالَ: وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ "
Dari ‘Aaisyah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di masjid pada suatu malam. Lalu shalatlah dengan beliau sekelompok orang, dan orang-orang pun semakin banyak yang ikut shalat bersama beliau. Kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau keempat, namun Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar shalat bersama mereka. Ketika tiba waktu Shubuh, beliau bersabda : “Sungguh aku telah melihat apa yang kalian lakukan, maka tidaklah menghalangi diriku untuk keluar kecuali karena aku khawatir shalat akan diwajibkan untuk kalian”. Perawi berkata : “Dan yang demikian itu terjadi di bulan Ramadlaan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1129, Muslim no. 761, dan yang lainnya].

عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: " صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ، فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنَ الشَّهْرِ حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ، فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ، فَلَمَّا كَانَتِ السَّادِسَةُ لَمْ يَقُمْ بِنَا، فَلَمَّا كَانَتِ الْخَامِسَةُ قَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَوْ نَفَّلْتَنَا قِيَامَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ، قَالَ: فَقَالَ: إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ، قَالَ: فَلَمَّا كَانَتِ الرَّابِعَةُ لَمْ يَقُمْ، فَلَمَّا كَانَتِ الثَّالِثَةُ جَمَعَ أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ وَالنَّاسَ، فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ، قَالَ: قُلْتُ: وَمَا الْفَلَاحُ؟ قَالَ: السُّحُورُ، ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِقِيَّةَ الشَّهْرِ "
Dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Kami pernah berpuasa bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadlan. Tidaklah beliau shalat tarawih bersama kami hingga tersisa tujuh hari dari bulan tersebut. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama kami hingga berakhir/selesai pada sepertiga malam (yang pertama). Pada saat malam tersisa enam hari lagi, beliau kembali tidak shalat bersama kami. Ketika malam tersisa lima hari lagi, maka beliau shalat bersama kami hingga berakhir/selesai pada waktu tengah malam. Aku berkata : “Wahai Rasulullah, seandainya kita shalat kembali pada (sisa) malam ini ?”. Maka beliau menjawab : ”Sesungguhnya, seseorang yang shalat bersama imam hingga selesai, maka dihitung baginya shalat semalam suntuk”. Ketika malam tersisa empat hari lagi, beliau tidak shalat bersama kami. Namun ketika malam tinggal tersisa tiga hari, beliau mengumpulkan keluarganya, istri-istrinya, dan orang-orang yang ada; kemudian shalat bersama kami hingga kami khawatir tertinggal waktu falaah. Aku pernah bertanya : ”Apa makna falaah itu ?”. Beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam menjawab : ”Waktu sahur”. Kemudian beliau kembali tidak shalat bersama kami pada sisa malam di bulan Ramadlan tersebut [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1375, At-Tirmidziy no. 806 dan ia berkata : ‘Hasan shahih’, An-Nasaa’iy no. 1364 & 1605, Ibnu Maajah no. 1327, dan yang lainnya; shahih].

Kembali ke Syi’ah.....
Kali ini saya akan ajak Pembaca budiman jalan-jalan membaca kitab-kitab Syi’ah yang berkaitan dengan shalat tarawih. Setelah dipilih-pilih, mari kita cek hasilnya :
عَلِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عِيسَى بْنِ عُبَيْدٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ الْبَقْبَاقِ وَ عُبَيْدِ بْنِ زُرَارَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) يَزِيدُ فِي صَلَاتِهِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِذَا صَلَّى الْعَتَمَةَ صَلَّى بَعْدَهَا فَيَقُومُ النَّاسُ خَلْفَهُ فَيَدْخُلُ وَ يَدَعُهُمْ ثُمَّ يَخْرُجُ أَيْضاً فَيَجِيئُونَ وَ يَقُومُونَ خَلْفَهُ فَيَدَعُهُمْ وَ يَدْخُلُ مِرَاراً قَالَ وَ قَالَ لَا تُصَلِّ بَعْدَ الْعَتَمَةِ فِي غَيْرِ شَهْرِ رَمَضَانَ
‘Aliy bin Ibraahiim, dari Muhammad bin ‘Iisaa bin ‘Ubaid, dari Yuunus, dari Abul-‘Abbaas Al-Baqbaaq dan ‘Ubaid bin Zuraarah, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi menambahkan shalatnya pada bulan Ramadlaan, yaitu apabila beliau shalat ‘atamah (‘isyaa’), beliau melakukan shalat setelahnya. Lalu orang-orang berdiri bermakmum di belakang beliau. Lalu beliau masuk dan membiarkan mereka. Lalu beliau keluar, dan mereka kembali datang dan berdiri makmum di belakang beliau. Lalu beliau membiarkan mereka dan masuk ke rumah beliau beberapa kali. Abu ‘Abdillah berkata : Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi wa sallam) bersabda : “Janganlah kalian shalat setelah ‘atamah selain pada bulan Ramadlaan” [Diriwayatkan oleh Al-Kulainiy dalam Al-Kaafiy, 4/154-155. Al-Majlisiy (16/378) berkata : “Shahih”].

Riwayat ini mirip-mirip dengan riwayat kaum muslimin (Ahlus-Sunnah) yang dibawakan sebelumnya. Tidak ada keterangan tegas dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat orang Syi’ah ini larangan shalat tarawih berjama’ah di bulan Ramadlaan. Kita lanjut…..

وسألته عن قيام شهر رمضان هل يصلح ؟ قال :  لا يصلح إلا بقراءة ، تبدأ فتقرأ فاتحة الكتاب ، ثم تنصت لقراءة الامام ، فإذا أراد الركوع قرأت ( قل هو الله أحد ) وغيرها ، ثم ركعت أنت إذا ركع ، فكبر أنت في ركوعك وسجودك كما تفعل إذا صليت وحدك ، وصلاتك وحدك أفضل
Dan aku (‘Aliy bin Ja’far) pernah bertanya kepadanya (Muusaa bin Ja’far) tentang shalat (taraawih) di bulan Ramadlaan, apakah ia baik ?. Ia menjawab : “Tidak baik, kecuali dengan qira’at. Engkau mulai dengan membaca Al-Faatihah, kemudian engkau diam karena qira’at imam. Jika engkau hendak rukuk, bacalah Qul-huwallaahu ahad dan selainnya. Lalu engkau rukuk. Jika engkau rukuk, bertakbirlah dalam rukukmu dan sujudmu sebagaimana yang engkau lakukan apabila engkau shalat seorang diri. Namun shalatmu seorang diri (munfarid) lebih utama” [Masaail ‘Aliy bin Ja’far yang tercetak dalam Al-Bihaar, hal. 253 – baca sumbernya di : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-hadis/behar85/109.htm].

Konteks shalat yang ditanyakan adalah shalat tarawih. Muusaa bin Ja’far atau Muusaa Al-Kaadhim (imam Syi’ah ke-7) membolehkan shalat taraawih berjama’ah, hanya saja ia berpendapat bahwa afdlal-nya shalat sendirian.

 احمد بن محمد عن علي بن الحكم عن ابان عن عبدالرحمن بن ابي عبدالله عن ابي عبدالله عليه السلام قال: صل بأهلك في رمضان الفريضة والنافلة فاني أفعله
Ahmad bin Muhammad, dari ‘Aliy bin Al-Hakam, dari Abaan, dari ‘Abdurrahmaan bin Abi ‘Abdillah, dari Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam, ia berkata : “Shalatlah (berjama’ah) bersama keluargamu di bulan Ramadlan, baik shalat wajib maupun sunnah, karena aku melakukannya” [At-Tahdziib, 3/267-268 no. 762 – lihat sumbernya di sini. Katanya, riwayat ini shahih[2]].

Abu ‘Abdillah ternyata menyuruh shalat wajib dan sunnat secara berjama’ah di bulan Ramadlan, karena ia sendiri melakukannya. Shalat sunnah apa lagi yang masyhur dilakukan khusus bulan Ramadlaan selain shalat taraawih ?.

Melihat tiga riwayat di atas – bahkan jumlahnya lebih banyak lagi - , kita menjadi bertanya-tanya, apakah para imam Syi’ah yang membolehkan shalat tarawih mengikuti jejak ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu ?. Jika benar, lalu para ulama Syi’ah dan pengikutnya itu mengikuti siapa ?. ‘Abdullah bin Saba’ ?. Apakah ulama Syi’ah dan pengikutnya itu tidak membaca riwayat-riwayat di atas ? Entahlah…..
Semoga informasi ini ada manfaatnya.

Wallaahul-musta’aan.

[abul-jauzaa’ - perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 23081434/02072013 – 23:07].


-----------------------------------------------------------------------------------------------
[1] Terutama sekali karena kebencian mereka terhadap ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu. Segala sesuatu yang ‘berbau’ ‘Umar, mereka hindari dan buang.
Perlu diperhatikan :
Dalam referensi kaum muslimin (Ahlus-Sunnah) disebutkan adanya perbedaan pendapat mana yang lebih afdlal masyru’-nya shalat taraawih di rumah dan di masjid, atau perbedaan pendapat hukum shalat taraawih berjama’ah. Syi’ah sering mendompleng perbedaan pendapat ini untuk membela pendapatnya, terutama dalam menyalahkan ‘Umar yang dikatakan membuat-buat syari’at shalat tarawih berjama’ah.
Meskipun kaum muslimin berbeda pendapat dalam masalah yang disebutkan, namun mereka tidak pernah mendiskreditkan ‘Umar dan mengatakan ia lah yang membuat-buat syari’at shalat tarawih berjama’ah. Perbedaan pendapat mereka hanyalah dari sisi pandang pengambilan hukum dari perbuatan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang pernah shalat tarawih berjama’ah (di masjid) bersama manusia, lalu beliau hentikan, dan kemudian dihidupkan kembali oleh ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu di jaman kekhalifahannya. Adapun Syi’ah Raafidlah, mereka menganggap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukannya dan ‘Umar lah yang membuat-buat ibadah tersebut – selain karena memang resistensi mereka terhadap ‘Umar sebagaimana telah dimaklumi.
[2] Dalam kitab Al-Hadaaiqun-Naadlirah karya Yuusuf Al-Bahraaniy 11/84 disebutkan pentashhihan riwayat tersebut sebagai berikut :
ما رواه الشيخ في الصحيح عن عبد الرحمان بن ابى عبد الله عن ابى عبد الله (عليه السلام) (3) انه قال له: " صل باهلك في رمضان الفريضة والنافلة فانى افعله " وفى الصحيح عن هشام بن سالم
“Apa yang diriwayatkan Asy-Syaikh dalam Ash-Shahiih dari ‘Abdurrahmaan bin Abi ‘Abdillah…..dst.”.

Read More...

Inilah Fatwa “Gila”: Wanita Bersuami Boleh Nikah Mut’ah dengan Lelaki Lain dan Dijanjikan Pahala

nikah mutah, hukum nikah mutah
Tentang nikah mut’ah (kawin kontrak yang telah dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih riwayat Muslim) oleh aliran sesat syiah ada fatwa yg lebih “berani” dan “gila” yaitu fatwa Shk. Mohsin Al Asfor dalam twitternya, dia bilang:


Bagi perempuan yang bersuami boleh bermut’ah (kawin kontrak dengan lelaki lain) tanpa izin suaminya, dan jika izin dari suaminya, persentase ganjaran lebih sedikit, dengan syarat wajibnya niat bahwasanya ikhlas untuk wajah Allah. Fatawa (12/ 432)

Itulah fatwa dari SH MOHSIN AL ASFOR

Seorang Ulama (syiah) dan peneliti Islam, kepala penelitian ilmiah di Bahrain dan seorang profesor di kompleks seminari (hauzah) dan anggota asosiasi dari kelompok Ahl al-Bayt, Bahrain

PELACURAN DENGAN NAMA NIKAH MUT’AH ITU MENERUSKAN AJARAN NABI PALSU MAJUSI MAZDAK

Agama syiah, dalam hal nikah mut’ah pada dasarnya adalah meneruskan kebejatan ajaran nabi palsu Majusi bernama Mazdak yang menghalalkan wanita dan harta sebagai milik bersama, ibarat rumput dan air ; siapa saja boleh mengambil, dan siapa saja boleh memakai. (lihat buku Hartono Ahmad Jaiz, NABI-NABI PALSU DAN PARA PENYESAT UMAT, Pustaka Al-Kautsar, Jakata).

Dari sini dapat difahami, agama syiah pada hakekatnya adalah keyakinan Majusi berbaju Islam.

Dan dari situlah dapat dibantah perkataan dedengkot syiah yang berkilah bahwa syiah tidak sesat karena boleh berhaji dan masuk Masjid Haram Makkah.

Bantahannya adalah : bolehnya orang syiah masuk Masjidil Haram bukan karena tidak sesat, tetapi hanya karena syiah itu covernya adalah Islam. Sebagaimana dedengkot munafiq Abdullah bin Ubay bin Salul zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh masuk ke Masjid Haram (Nabawi) di Madinah bahkan shalat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena covernya adalah Islam, walau isinya adalah kafir.

Itu bukan karena orang munafiq itu tidak sesat, bahkan sesat lagi kafir, namun covernya adalah Islam. Demikian pula syiah, sesat lagi kafir karena isinya adalah keyakinan Majusi namun covernya adalah Islam.

(nahimunkar.com)
Read More...

‘Abdullah bin Saba’ – Tokoh Nyata yang Difiktifkan

siapa abdullah bin saba
Banyak sudah ulama dan referensi Ahlus-Sunnah yang menyebutkan sosok ‘Abdullah bin Saba’ sebagai tokoh Yahudi pembuat agama Syi’ah. Namun bagi orang Syi’ah sendiri – terutama golongan kontemporer – saling berlomba untuk memberikan bantahan tentang hal itu. Mereka mengklaim Ahlus-Sunnah telah mereka-reka tokoh ini karena permusuhan mereka terhadap Syi’ah. Banyak sudah tulisan mereka sebar, dan tidak sedikit kaum muslimin yang bodoh tertipu dengan segala bualan mereka. Mereka (kaum muslimin yang bodoh dan tertipu) itu tidak tahu bahwa sebenarnya tokoh ‘Abdullah bin Saba’ bukanlah tokoh fiktif, bukan pula hasil rekayasa Ahlus-Sunnah.

Oleh karena itu, di sini sedikit akan saya tulis beberapa keterangan mengenai ‘Abdullah bin Saba’ dari buku-buku induk referensi Syi’ah. Biar tidak terlalu berbusa-busa dalam bermuqaddimah, langsung saja saya tuliskan :

1. Dari Abu Ja’far ‘alaihis-salaam, ia berkata :
إن عبد الله بن سبأ كان يدعي النبوة، ويزعم أن أمير المؤمنين هو الله - تعالى عن ذلك - فبلغ ذلك أمير المؤمنين عليه السلام فدعاه وسأله فأقر بذلك وقال : نعم أنت هو، وقد كان قد ألقي في ورعي أنك أنت الله وأني نبي، فقال أمير المؤمنين عليه السلام : ويلك قد سخر منك الشيطان، فارجع عن هذا ثكلتك أمك وتب، فأبى، فحبسه، واستتابه ثلاثة أيام، فلم يتب، فأحرقه بالنار، وقال : أن الشيطان استهواه، فكان يأتيه ويلقي في روعه ذلك.
“Sesungguhnya ‘Abdullah bin Saba’ mendakwakan nubuwwah dan mengatakan Amiirul-Mukminiin (‘Aliy bin Abi Thaalib) adalah Allah – Maha Tinggi Allah atas tuduhan itu - . Khabar itu pun sampai kepada Amiirul-Mukminiin. Beliau memanggilnya dan mengkonfirmasikannya. Ia (‘Abdulah bin Saba’) berkata : ‘Benar, engkau adalah Allah. Telah dibisikkan ke dalam hatiku bahwa engkau adalah Allah dan aku adalah nabi’. Amiirul-Mukminiin ‘alaihis-salaam berkata : ‘Celaka kamu, syaithan telah menundukkanmu’. Rujuklah dari perkataanmu, ibumu pasti binasa, dan bertaubatlah !’. Ia menolak (untuk bertaubat), lalu ia dipenjara dan diminta untuk bertaubat dalam waktu tiga hari. Namun ia tidak mau bertaubat juga, sehingga (dijatuhi hukuman) dibakar dengan api. Amiirul-Mukminiin berkata : ‘Syaithan telah menguasai dirinya. Ia datang kepadanya (Ibnu Saba’) dan membisikkan ke dalam hatinya hal tersebut”.

Dari Abu ‘Abdillah, bahwasannya ia berkata :
لعن الله عبد الله بن سبأ، إنه ادعى الربوبية في أمير المؤمنين عليه السلام، وكان والله أمير المؤمنين عليه السلام عبدًا لله طائعًا، الويل لمن كذب علينا، وإن قومًا يقولون فينا ما لا نقوله في أنفسنا نبرأ إلى الله منهم، نبرأ إلى الله منهم.
“Allah melaknat ‘Abdullah bin Saba’. Sesungguhnya ia mendakwakan Rububiyyah kepada Amiirul-Mukminiin ‘alaihis-salaam, sedangkan Amiirul-Mukminiin – demi Allah – hanyalah seorang hamba yang mentaati Allah. Neraka Wail adalah balasan bagi siapa saja yang berdusta atas nama kami. Sesungguhnya telah ada satu kaum berkata-kata tentang kami sesuatu yang kami tidak mengatakannya. Kami berlepas diri kepada Allah atas apa yang mereka katakan itu, kami berlepas diri kepada Allah atas apa yang mereka katakan itu”. [Ma’rifatu Akhbaarir-Rijaal oleh Al-Kasysyiy, hal. 70-71].
Kitab Rijaalul-Kasysyiy ini termasuk kitab Syi’ah yang pertama dan diakui dalam ilmu rijaal.

2. Al-Maamiqaaniy berkata :
عبد الله بن سبأ الذي رجع إلى الكفر وأظهر الغلو.
“Abdullah bin Saba’ yang dikembalikan kepadanya kekufuran dan sikap berlebih-lebihan yang sangat terang”.

Lalu ia berkata :
غالٍ ملعون، حرقه أمير المؤمنين عليه السلام بالنار، وكان يزعم أن علياً إله، وأنه نبي.
“Orang yang berlebih-lebihan lagi terlaknat. Amiirul-Mukminiin telah membakarnya dengan api. Ia mengatakan bahwa ‘Aliy adalah Tuhan, dan ia adalah nabi”.
[Tanqiihul-Maqaal fii ‘Ilmir-Rijaal, 2/183-184].
Al-Maamiqaaniy merupakan salah seorang ulama besar Syi’ah dalam ilmu rijaal.

3. An-Naubakhtiy berkata :
السبئية قالوا بإمامة علي، وأنها فرض من الله عز وجل وهم أصحاب عبد الله بن سبأ، وكان ممن أظهر الطعن على أبي بكر، وعمر، وعثمان، والصحابة، وقال : (إن عليا عليه السلام أمره بذلك) فأخذه علي فسأله عن قوله هذا، فأقر به، فأمر بقتله، فصاح الناس إليه : يا أمير المؤمنين ! أتقتل رجلاً يدعوا إلى حبكم أهل البيت، وإلى ولايتك والبراءة من أعدائك ؟ فصيره إلى المدائن.
وحكى جماعة من أهل العلم أن عبد الله بن سبأ كان يهوديًا فأسلم ووالى عليًا وكان يقول وهو على يهوديته في يوشع بن نون بعد موسى عليه السلام بهذه المقالة، فقال في إسلامه في علي بن أبي طالب بمثل ذلك، وهو أول من شهر القول بفرض إمامة علي عليه السلام وأظهر البراءة من أعدائه....فمن هڽا قال من خالف الشيعة : إن أصل الرفض مأخوذ من اليهودية.
“Kelompok Saba’iyyah mengatakan keimamahan ‘Aliy dan hal itu merupakan satu kewajiban dari Allah ‘azza wa jalla. Mereka adalah pengikut ‘Abdullah bin Saba’. Mereka adalah orang-orang yang menampakkan pencelaan terhadap Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, dan para shahabat. Ia (Ibnu Saba’) berkata : ‘Sesungguhnya ‘Aliy memerintahkannya’. Maka ‘Aliy menangkapnya dan mengkonfirmasi atas perkataannya tersebut, dan ia pun mengakuinya. Lalu ‘Aliy memerintahkan untuk membunuhnya. Orang-orang berteriak : ‘Wahai Amiirul-Mukminiin, apakah engkau akan membunuh orang yang menyerukan mencintai Ahlul-Bait, kepemimpinanmu, dan berlepas diri dari musuh-musuhmu ?’. Maka ‘Aliy mengasingkannya ke daerah Madaain.

Diriwayatkan oleh sekelompok ahli ilmu (ulama) bahwasannya ‘Abdullah bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang masuk Islam, lalu memberikan loyalitas kepada ‘Aliy. Saat masih dalam agama Yahudi, ia pernah berkata tentang Yusya’ bin Nuun sepeninggal Musa ‘alaihis-salaam perkataan seperti ini. Lantas setelah masuk Islam, ia berkata tentang ‘Aliy seperti apa yang dikatakannya kepada Yusya’ bin Nuun. Ia adalah orang yang pertama kali mengumumkan pendapat wajibnya keimamahan ‘Aliy ‘alaihis-salaam dan menampakkan berlepas diri terhadap musuh-musuhnya…. Dari sinilah asal perkataan orang-orang yang menyelisihi Syi’ah (baca : Ahlus-Sunnah) : ‘Sesungguhnya dasar Rafidlah diambil dari paham Yahudi” [Firaqusy-Syii’ah, hal. 32-44].

An-Naubakhtiy ini menurut penilaian orang Syi’ah adalah seorang yang tsiqah lagi diakui [lihat Jaami’ur-Ruwaat oleh Al-Ardabiiliy 1/228 dan Al-Kunaa wal-Alqaab oleh ‘Abbaas Al-Qummiy 1/148].

4. Sa’d bin ‘Abdillah Al-Asy’ariy Al-Qummiy berkata saat memaparkan kelompok Saba’iyyah :
السبئية أصحاب عبد الله بن سبأ، وهو عبد الله بن وهب الراسبي الهمداني، وساعده على ذلك عبد الله بن خرسي، وابن أسود، وهما من أجل أصحابه، وكان أول من أظهر الطعن على أبي بكر، وعمر، وعثمان، والصحابة وتبرأ منهم.
“Kelompok Saba’iyyah adalah pengikut ‘Abdullah bin Saba’. Ia adalah ‘Abdullah bin Wahb Ar-Raasibiy Al-Hamdaaniy. Para pembantunya adalah ‘Abdullah bin Khurasiy dan Ibnu Aswad. Mereka berdua termasuk orang terkemuka dari kalangan pengikutnya. Ibnu Saba’ adalah orang yang pertama kali menampakkan celaan terhadap Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmaan, dan para shahabat, serta berlepas diri dari mereka semuanya”. [Al-Maqaalaatu wal-Firaq, hal. 20].

Al-Qummiy ini menurut penilaian orang Syi’ah termasuk orang yang tsiqah yang luas pengetahuannya tentang khabar/riwayat [lihat Jaami’ur-Ruwaat, 1/352].

5. Ibnu Abil-Hadiid menyebutkan bahwa ‘Abdullah bin Saba’ pernah berdiri ketika ‘Aliy bin Abi Thaalib sedang berkhutbah. Lalu ia (Ibnu Saba’) berkata :
أنت أنت، وجعل يكررها، فقال له - علي - : ويلك من أنا، فقال : أنت الله، فأمر بأخذه وأخذ قوم كانوا معه على رأيه.
“Engkau, engkau’. Ia (Ibnu Saba’) mengulang-ulang perkataan itu. Maka ‘Aliy berkata kepadanya : “Celaka kamu, siapakah diriku ?”. Ibnu Saba’ menjawab : “Engkau adalah Allah”. ‘Aliy pun memerintahkan untuk menangkapnya dan orang-orang yang sependapat dengannya”. [Syarh Nahjil-Balaaghah, 5/5].

Kitab Syarh Nahjil-Balaghah karya Ibnu ‘Abdil-Hadiid salah satu kitab besar dan paling utama dalam syarah terhadap Nahjul-Balaaghah yang sering dijadikan rujukan kaum Syi’ah. Namun seringkali didapati saat Ahlus-Sunnah mengutip sebagian isi dari kitab ini yang ‘merugikan’ mereka, orang-orang Syi’ah membantah bahwa Ibnu ‘Abdil-Hadiid adalah orang Sunniy (berpaham Mu’tazillah), bukan Syii’iy. Tentu saja dalih mereka sangat lemah, karena beberapa kitab biografi Syi’ah sendiri menyebutkan bahwa Ibnu ‘Abdil-Hadiid adalah termasukorang yang ber-tasyayyu’ kepada ‘Aliy/Ahlul-Bait.

6. As-Sayyid Ni’matullah Al-Jazaairiy berkata :
قال عبد الله بن سبأ لعلي عليه السلام : أنت الإله حقًَا، فنفاه علي عليه السلام إلى المدائن، وقيل : إنه كان يهوديًا فأسلم، وكان في اليهودية يقول في يوشع بن نون وفي موسى مثل ما قال في علي.
“’Abdullah bin Saba’ berkata kepada ‘Aliy ‘alaihis-salaam : ‘Engkau adalah tuhan yang sebenar-benarnya’. Maka ‘Aliy mengasingkannya ke daerah Madaain. Dan dikatakan : ‘Sesungguhnya ia dulu seorang Yahudi lalu masuk islam. Saat masih beragama Yahudi ia pernah berkata terhadap Yusyaa’ bin Nuun dan Muusaa semisal apa yang dikatakannya kepada ‘Aliy”. [Anwaarun-Nu’maaniyyah, 2/234].

Ni’matullah Al-Jazaairiy dikenal sebagai seorang muhaddits dan ulama besar yang diakui keilmuannya oleh kalangan Syi’ah [lihat Al-Kunaa wal-Alqaab, 3/298 dan Safiinatul-Bihaar 2/601].

Keberadaan sosok ‘Abdullah bin Saba’ adalah sesuatu yang telah disepakati oleh Ahlus-Sunnah dan Syi’ah (mutaqaddimiin). Dan inilah pernyataan tokoh Syi’ah kontemporer yang bernama Muhammad Husain Az-Zain :
وعلى كل حال فإن الرجل - أي: ابن سبأ - كان في عالم الوجود، وأظهر الغلو، وإن شك بعضهم في وجوده وجعله شخصاً خيالياً.. أما نحن - بحسب الاستقراء الأخير - فلا نشك بوجوده وغلوه
“Maka, sesungguhnya sosok laki-laki ini – yaitu Ibnu Saba’ – diketahui benar adanya dan menampakkan sikap berlebih-lebihan (ghulluw). Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka (orang-orang Syi’ah) ragu-ragu akan keberadaannya sehingga menjadikannya sebagai sosok khayalan…..Adapun kami, sesuai penelitian termuktakhir, tidak ragu akan keberadaannya dan sikap berlebih-lebihannya” [Asy-Syii’ah wat-Taariikh, hal. 213].

Dari sini kita dapatkan beberapa point sebagai berikut :
1. ‘Abdullah bin Saba’ bukanlah tokoh/sosok khayalan sebagaimana klaim orang-orang Syi’ah belakangan yang mulai resah tentang agamanya.
2. ‘Abdullah bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang kemudian (berpura-pura) masuk Islam untuk merusaknya.
3. Paham keimamahan ‘Aliy, pencelaan terhadap Al-Khulafaaur-Raasyidin (kecuali ‘Aliy) dan para shahabat berasal darinya.
4. ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu berlepas diri dari paham Saba’iyyah yang dicetuskan oleh ‘Abdullah bin Saba’.
Masih tidak yakinkah kita bahwa ajaran Syi’ah yang ada sekarang ini merupakan buah ajaran firqah Saba’iyyah ?

Semoga ada manfaatnya…….

Sumber: Ust. Abul Jauzaa
Read More...

Ulama Syiah: Kemaluan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Akan Masuk Neraka

kemaluan nabi didalam neraka
Berangkat dari ketidakpuasan akan terpilihnya Abu Bakar radhiyallahu anhu, Syiah Imamiyah membangun keyakinan berbeda tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. hal ini semakin memperjelas bahwa manusia yang paling maksum menurut Syiah Imamiyah adalah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dianggap kalah kelas karena melakukan kesalahan, yakni menikahi Aisyah radhiyallahu anha dan Hafshah radhiyallahu anha (mana penghormatanmu kepada Nabi wahai Syiah Imamiyah?)

إن النبي صلى الله عليه وأله لا بد أن يدخل فرجه في النار، لأنه وطئ بعض المشركات، يريد بذلك زواجه من عائشة وحفصة.
“Pastilah kemaluan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan masuk neraka. Sebab, beliau menggauli sejumlah wanita musyrik. Yang dimaksud adalah pernikahannya dengan AIsyah dan Hafshah.” (Kasyful Asrar, Al-Musawi (Lillahi Tsummah Li At-Tarikh), hal 24, yang dikutip dari salah satu ulama Syiah Imamiyyah Sayyid Ali Al-Gharawi, terbitan Maktabah Al-Furqan, Uni Emirat Arab)

Riwayat pelecehan terdahsyat ini menghadirkan bentuk ajaran Syiah Imamiyah yang sesungguhnya. Dan inilah bukti nyata atas tuduhan-tuduhan mereka terhadap ayahanda fathimah Az-Zahra. Tega-teganya mereka melecehkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya karena beliau menikahi Aisyah radhiyallahu anha yang tidak lain adalah putri Abu Bakar radhiyallahu anhu dan Hahshah radhiyallahu anha yang merupakan putrid Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.

Oleh: Mahbub Yafa Ibrahim, Ketawa Merinding Ala Syiah, hal 8-9.
Read More...

Teka-Teki Pembunuh Al-Husain bin ‘Ali radliyallaahu ‘anhumaa Akhirnya Terjawab

siapa yang membunuh husain
Mayoritas orang Syi’ah masa sekarang mengatakan bahwa yang membunuh Al-Husain bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa adalah Yaziid bin Mu’aawiyyah rahimahullah. Dialah yang memerintahkan untuk membunuh Al-Husain radliyallaahu ‘anhu. Itulah khabar yang beredar dari mulut ke mulut, dari dulu hingga sekarang, dan akhirnya masuk ke telinga orang yang paling bodoh di kalangan mereka. Dogma pun muncul : Orang-orang Syaam/Bani Umayyah adalah pembunuh Al-Husain, sehingga pantas menjadi musuh Ahlul-Bait. Bani Umayyah = Ahlus-Sunnah = Wahabiy. Meski telah menjadi dogma, ternyata keliru. Bukan orang Syaam yang menjadi pembunuh Al-Husain radliyallaahu ‘anhu. Lalu, siapakah yang membunuh Al-Husain ?. Berikut perkataan Ahlul-Bait dan para ulama Syi’ah yang ada dalam kitab-kitab mereka :

‘Aliy bin Al-Husain bin 'Aliy bin Abi Thaalib rahimahullah

‘Aliy bin Al-Husain bin Abi Thaalib berkata saat mengecam pengkhianatan para pengikutnya yang membunuh Al-Husain radliyallaahu ‘anhu :

أيها الناس نشدتكم بالله هل تعلمون أنكم كتبتم إلى أبي وخدعتموه، وأعطيتموه العهد والـميثاق والبيعة وقاتلتموه وخذلتموه، فتبا لـما قدمتم لأنفسكم، وسوأة لرأيكم، بأية عين تنظرون إلى رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم إذ يقول لكم قتلتم عترتي وانتهكتم حرمتي فلستم من أمتي.

فارتفعت أصوات النساء بالبكاء من كل ناحية، وقال بعضهم لبعض هلكتم وما تعلمون
“Wahai sekalian manusia, kami bersumpah dengan menyebut nama Allah kepada kalian untuk bertanya, apakah kalian tahu bahwa kalian dulu pernah menulis kepada ayahku (Al-Husain) lalu kalian ternyata menipunya ?. Kalian dulu berjanji memberikan kesetiaan dan baiat, namun ternyata kemudian kalian malah memeranginya dan meninggalkannya ?. Sungguh celaka apa yang telah kalian lakukan pada diri kalian. Sungguh jelek pikiran kalian. Dengan mata yang mana kalian akan melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam kelak ketika beliau bersabda kepada kalian : ‘Kalian telah membunuh keturunanku dan menodai kehormatanku. Kalian bukanlah termasuk umatku’”.

Maka bergemuruhlah suara para wanita yang menangis di segala penjuru. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain : ‘Binasalah kalian dan apa yang kalian ketahui”.

‘Aliy bin Al-Husain ‘alaihis-salaam berkata :
رحم الله امرءا قبل نصيحتي، وحفظ وصيتي في الله ورسوله وأهل بيته فإن لنا في رسول الله أسوة حسنة....
فقالوا بأجمعهم: نحن كلنا سامعون مطيعون حافظون لذمامك غير زاهدين فيك ولا راغبين عنك، فمرنا بأمرك يرحمك الله، فإنا حرب لحربك، وسلم لسلمك، لنأخذن يزيد ونبرأ ممن ظلمك وظلمنا،،
“Semoga Allah merahmati seseorang yang menerima nasihatku, menjaga wasiatku yang berkaitan dengan Allah, Rasul-Nya, dan Ahlul-Baitnya. Sesungguhnya kami dalam diri Rasulullah adalah suri tauladan yang baik...”. Mereka semua berkata : “Kami semua akan mendengar, mentaati, dan menjaga kehormatanmu tanpa meninggalkanmu dan berpaling darimu. Maka, perintahkanlah kami, semoga Allah merahmatimu. Dan kami akan berperang karena peperanganmu, dan kami pun akan berdamai karena perdamaianmu. Kami benar-benar akan membawa Yaziid, dan berlepas diri dari orang yang mendhalimimu dan mendhalimi kami…”.

‘Aliy bin Al-Husain ‘alaihis-salaam berkata :
هيهات هيهات أيها الغدرة الـمكرة حيل بينكم وبين شهوات أنفسكم، أتريدون أن تأتوا إلي كما أتيتم آبائي من قبل؟ كلا ورب الراقصات فإن الجرح لـما يندمل، قتل أبي بالأمس وأهل بيته معه، ولم ينسني ثكل رسول الله صلى الله عليه وسلم وآله وثكل أبي وبني أبي ووجده بين لهاتي ومرارته بين حناجري وحلقي وغصته تجري في فراش صدري
“Betapa jauh, betapa jauh wahai para pengkhianat lagi penipu. Kalian hanyalah mementingkan syahwat diri kalian saja. Apakah kalian akan datang kepadaku sebagaimana dulu kalian datang pada ayah-ayahku (lantas kalian berkhianat) ?. Sekali-kali tidak, demi Allah yang menciptakan onta-onta. Sesungguhnya luka lama belumlah kering. Ayahku dan keluarganya baru terbunuh kemarin. Dan aku belumlah lupa kematian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi. Begitu juga kematian ayahku dan anak-anak ayahku. Peristiwa itu masih ada dalam ingatanku. Rasa pahit masih terasa di tenggorokanku dan kerongkonganku. Kesedihan itu masih bergemuruh dalam dadaku” [Khuthbah ini disebutkan oleh Ath-Thibrisiy dalam Al-Ihtijaaj 2/32, Ibnu Thaawuus dalam Al-Majhuuf hal. 92, Al-Amiin dalam Lawaa’ijul-Asyjaan hal. 158, ‘Abbaas Al-Qummiy dalam Muntahal-Aamaal 1/572, Husain Kuuraaniy dalam Rihaab Karbalaa’ hal. 183, ‘Abdurrazzaaq Al-Muqrim dalam Maqtal Al-Husain hal. 317, Murtadlaa ‘Ayyaad dalam Maqtal Al-Husain hal. 87 dan diulang oleh ‘Abbaas Al-Qummiy dalam Nafsul-Mahmuum hal. 360. Disebutkan juga oleh Ridlaa Al-Qazwiiniy dalam Tudhlamuz-Zahraa’ hal. 262].

Ketika Al-Imaam Zainul-‘Aabidiin radliyallaahu ‘anhu berjalan dan melihat penduduk Kuufah sedang meratap dan menangis, maka ia mencelanya dan berkata :

تنوحون وتبكون من أجلنا فمن الذي قتلنا؟
“Kalian ini meratap dan menangis karena kami. Memangnya siapa yang membunuh kami ?” [Al-Malhuuf hal. 86, Nafsul-Mahmuum hal. 357, Maqtal Al-Husain oleh Murtadlaa ‘Abbaas hal. 83 Cet. 4/1996 M, dan Tudhlamuz-Zahraa’ hal. 257].


Ummu Kultsum bintu ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhaa

Ia berkata :
يا أهل الكوفة سوأة لكم، ما لكم خذلتم حسينا وقتلتموه، وانتهبتم أمواله وورثتموه، وسبيتم نساءه، ونكبتموه، فتبا لكم وسحقا لكم، أي دواه دهتكم، وأي وزر على ظهوركم حملتم، وأي دماء سفكتموها، وأي كريمة أصبتموها، وأي صبية سلبتموها، وأي أموال انتهبتموها، قتلتم خير رجالات بعد النبي صلى الله عليه وآله، ونزعت الرحمة من قلوبكم
“Wahai penduduk Kuufah, betapa jeleknya kalian. Kenapa kalian meninggalkan Husain lalu kalian membunuhnya ?. Kalian rampas harta-hartanya lalu mewarisinya, menawan wanita-wanitanya dan menyusahkannya ?. Sungguh celaka kalian, dan semoga kalian jauh dari rahmat Allah !. Musibah apa yang menimpa kalian, dosa apa yang kalian pikul di punggung kalian, darah siapa yang telah kalian alirkan, istri siapa yang telah kalian tawan, anak perempuan siapa yang telah kalian rampok, dan harta-harta siapakah yang telah kalian rampas ?. Kalian telah membunuh sebaik-baik laki-laki setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi. Rasa kasih sayang telah dicabut dari hati-hati kalian” [Al-Malhuuf hal. 91, Nafsul-Mahmuum hal. 363, Maqtal Al-Husain oleh Al-Muqrim hal. 316, Lawaa’ijul-Asyjaan hal. 157, Maqtal Al-Husain oleh Murtadlaa ‘Iyaadl hal. 86, dan Tudhlamuz-Zahraa’ oleh Ridlaa bin Nabiy Al-Qazwiiniy hal. 261].


Zainab bintu ‘Aliy radliyallaahu ‘anhaa

Ia berkata :
صه يا أهل الكوفة تقتلنا رجالكم وتبكينا نساؤكم فالحاكم بيننا وبينكم الله يوم فصل القضاء
“Diamlah wahai penduduk Kuufah !! Laki-laki kalian telah membunuh kami, sedangkan para wanita kalian menangisi kami. Antara kami dan kalian adalah Allah pada hari penghakiman (hari kiamat)” [Dinukil oleh ‘Abbaas Al-Qummiy dalam Nafsul-Mahmuum hal. 365. Disebutkan juga oleh Asy-Syaikh Ridlaa bin Nabiy Al-Qazwiiniy dalam Tudhlamuz-Zahraa’ hal. 264].


Murtadlaa Al-Muthahhariy

Ia berkata :
ولا ريب في أن الكوفة كانوا من شيعة علي وأن الذين قتلوا الإمام الحسين هم شيعته
“Dan tidak ragu lagi bahwa penduduk Kuufah merupakan syi’ah (pendukung) ‘Aliy, dan yang membunuh Al-Imaam Al-Husain adalah syi’ah (pendukung)-nya sendiri” [Malhamatul-Husainiyyah, 1/129].

فنحن سبق أن أثبتنا أن هذه القصة مهمة من هذه الناحية وقلنا أيضا: بأن مقتل الحسين على يد الـمسلمين بل على يد الشيعة بعد مضي خمسين عاما فقط على وفاة النبي لأمر محير ولغز عجيب وملفت للغاية
“Dan kami mendahului dalam menetapkan bahwa kisah ini penting dari sisi ini. Dan kami juga berkata : Bahwasannya pembunuhan Al-Husain adalah di tangan kaum muslimin, bahkan di tangan Syi’ah sendiri setelah berlalu 50 tahun pasca wafatnya Nabi. Sungguh, ini adalah perkara yang membingungkan, teka-teki yang mengherankan, dan menarik perhatian” [idem, 3/94].

Abul-Jauzaa’ berkata :
Ya,… penduduk Kuufah adalah yang mengkhianati dan sekaligus membunuh Al-Husain bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa. Tidaklah mengherankan, karena sebelumnya ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu telah mengingatkan akan sifat khianat dan lancung para syi’ah-nya dari penduduk Kuufah ini dengan perkataannya :

ولقد أصبحت الأمم تخاف ظلم رعاتها، وأصبحت أخاف ظلم رعيتي. استنفرتكم للجهاد فلم تنفروا، وأسمعتكم فلم تسمعوا، ودعوتكم سرا وجهرا فلم تستجيبوا، ونصحت لكم فلم تقبلوا
………………
يا أهل الكوفة، منيت منكم بثلاث واثنتين: صم ذوو أسماع، وبكم ذوو كلام، وعمي ذوو أبصار، لا أحرار صدق عند اللقاء، ولا إخوان ثقة عند البلاء! تربت أيديكم يا أشباه الابل غاب عنها رعاتها! كلما جمعت من جانب تفرقت من آخر

“Sungguh, umat-umat terdahulu khawatir akan kedhaliman pemimpinnya, akan tetapi aku malah khawatir akan kedhaliman rakyatku. Aku ajak kalian berangkat berjihad , namun kalian enggan berangkat. Aku ingin bicara pada kalian, namun kalian tidak mau mendengarnya. Aku ajak kalian untuk kebaikan baik secara sembunyi maupun terang-terangan, namun kalian tidak menyambutnya. Aku nasihati kalian, namun kalian tidak menerimanya.

……..
Wahai penduduk Kuufah, aku diuji (Allah) dari kalian dalam 3 perkara dan 2 perkara : (kalian) tuli tapi punya pendengaran, bisu tapi punya perkataan, dan buta tapi punya penglihatan. Juga tidak mempunyai orang yang pemberani ketika berhadapan dengan musuh, dan tidak mempunyai orang kepercayaan ketika tertimpa musibah. Celakalah kalian wahai orang yang menyerupai onta yang kehilangan penggembalanya ! Setiap kali digiring dari satu sisi, ia lari dari sisi yang lain” [Nahjul-Balaaghah, 1/187-189].

Jadi, kalau kita sekarang melihat orang Syi’ah bersedih dan memukul-mukul badan setiap hari ‘Aasyuuraa (10 Muharram, tanggal kematian Al-Husain bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa), barangkali asal muasalnya karena menyesali kelakukan bejat nenek moyang mereka dari penduduk Kuufah yang suka berkhianat. Tapi orang-orang bodohnya kemudian memahami perbuatan pukul-memukul badan itu sebagai bentuk kesedihan atas kematian Al-Husain radliyallaahu ‘anhu. Sungguh ironis !!


Read More...