يجوز للمتزوجة ان تتمتع من غير أذن زوجها ، وفي حال كان بأذن زوجها فأن نسبة الأجر أقل ، شرط وجوب النية انه خالصاً لوجه الله ( ٤٣٢/١٢ فتاوى )— Sh Mohsin Al Asfor (@ShMohsnAlAsfor) May 25, 2013
Bagi perempuan yang bersuami boleh bermut’ah (kawin kontrak dengan lelaki lain) tanpa izin suaminya, dan jika izin dari suaminya, persentase ganjaran lebih sedikit, dengan syarat wajibnya niat bahwasanya ikhlas untuk wajah Allah. Fatawa (12/ 432)
Itulah fatwa dari SH MOHSIN AL ASFOR
Seorang Ulama (syiah) dan peneliti Islam, kepala penelitian ilmiah di Bahrain dan seorang profesor di kompleks seminari (hauzah) dan anggota asosiasi dari kelompok Ahl al-Bayt, Bahrain
PELACURAN DENGAN NAMA NIKAH MUT’AH ITU MENERUSKAN AJARAN NABI PALSU MAJUSI MAZDAK
Agama syiah, dalam hal nikah mut’ah pada dasarnya adalah meneruskan kebejatan ajaran nabi palsu Majusi bernama Mazdak yang menghalalkan wanita dan harta sebagai milik bersama, ibarat rumput dan air ; siapa saja boleh mengambil, dan siapa saja boleh memakai. (lihat buku Hartono Ahmad Jaiz, NABI-NABI PALSU DAN PARA PENYESAT UMAT, Pustaka Al-Kautsar, Jakata).
Dari sini dapat difahami, agama syiah pada hakekatnya adalah keyakinan Majusi berbaju Islam.
Dan dari situlah dapat dibantah perkataan dedengkot syiah yang berkilah bahwa syiah tidak sesat karena boleh berhaji dan masuk Masjid Haram Makkah.
Bantahannya adalah : bolehnya orang syiah masuk Masjidil Haram bukan karena tidak sesat, tetapi hanya karena syiah itu covernya adalah Islam. Sebagaimana dedengkot munafiq Abdullah bin Ubay bin Salul zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh masuk ke Masjid Haram (Nabawi) di Madinah bahkan shalat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena covernya adalah Islam, walau isinya adalah kafir.
Itu bukan karena orang munafiq itu tidak sesat, bahkan sesat lagi kafir, namun covernya adalah Islam. Demikian pula syiah, sesat lagi kafir karena isinya adalah keyakinan Majusi namun covernya adalah Islam.
(nahimunkar.com)
0 komentar:
Posting Komentar